Laman

Powered By Blogger

Jumat, 01 Juni 2012

PERAYAAN HARI IBU


PERAYAAN HARI IBU
                                                              Oleh:      
Yuli Rahmawati, Maylita Fatmayanti


Sejarah hari ibu
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran  yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dien, Tjoet Nyak Meutia, R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa . Hari ibu itu sendiri diputuskan pada Kongres Perempuan III tahun 1938. Presiden pun mengakui secara nasional bahwa tanggal 22 Desember adalah hari ibu melalui Dekrit Presiden No.316 tahun 1959. http://suarajakarta.com/2011/12/22/satu-makna-hari-ibu-yang-terlupakan/
Peran ibu
Hari Ibu yang  diperingati oleh seluruh dunia yang jatuh pada tanggal 22 Desember sering dijadikan sebagai momen yang tepat untuk mengungkapkan terima kasih dan balas budi  kita atas jasa ibu yang sangat besar.  Pada hari itu juga  para ibu akan menjadi kaum yang paling istimewa.  Tapi, secara tidak sadar kita lupa akan makna ibu yang sebenarnya. Keberadaan dan fungsi seorang Ibu memang sangat luar biasa. Seorang ibu merupakan  pendidik pertama bagi anak-anak yang dilahirkannya,yang merupakan  generasi harapan bangsa. Sebab para ibulah yang seharusnya merawat, mengasuh, mengajari berjalan, mengajari berbicara, serta memastikan dan menyaksikan setiap tingkat perkembangan anaknya terpenuhi sesuai standar. Dengan demikian, kualitas akhlak, moral, intelektual, dan pengetahuan seorang ibu dapat mempengaruhi kualitas generasi muda harapan bangsa tersebut. Peran strategis Ibu sebagai pendidik pertama bagi generasi muda belumlah sebanding dengan peran lain yang  abstrak, yaitu kasih sayang. Kasih sayang ini diwujudkan ibu dengan  mengandung selama 9 bulan dan melahirkan anaknya dengan mempertaruhkan nyawa. Selain itu, yang mulai ditinggalkan adalah bahwa seorang ibu juga diberi kemampuan untuk menyusui anak-anaknya.
Kemampuan alamiah inilah yang menyebabkan seorang ibu mempunyai peran yang besar dalam mendidik dan membentuk karakter dari anak-anaknya. Selama sembilan bulan dikandungan, janin akan merasakan bagaimana perasaan sang ibu. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa ibu hamil yang mengalami depresi/stres berkepanjangan karena masalah rumah tangga cenderung melahirkan anak yang hiperaktif .
Ketika anak-anaknya tumbuh, maka peran ibu juga tidak kalah pentingnya. Tanpa mengabaikan peran seorang ayah, maka sesungguhnya sang ibulah yang lebih banyak memberi warna pada anak-anaknya. Menurut penelitian, sesungguhnya ada sebuah korelasi antara karakter anak yang suka rewel dengan ketidaksabaran sang ibu. Karena ketika sang ibu suka marah, maka si anak juga belajar untuk marah ketika keinginannya tidak terpenuhi. Ketika ibu suka mencubit karena sebal maka si anak juga belajar bahwa kalau ia sebal maka boleh untuk melakukan kekerasan, apakah ngamuk, menggigit atau memukul.
Perbedaan ibu jaman dahulu dengan sekarang
Itulah dasyatnya efek yang bisa ditimbulkan oleh perilaku sang ibu. Mungkin dan sangat mungkin sang ibu tidak merasa bahwa sesungguhnya ia adalah model pembelajaran terbaik bagi anak-anaknya. Terutama untuk anak balita yang masih sangat suka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Kita juga melihat bahwa sekarang ini masalah kehidupan bebas, minuman keras, ataupun pornografi tidak hanya menjadi masalah anak-anak SMA, tapi sudah merambah anak-anak SMP. Anak-anak kita semakin mudah terkontaminasi dengan informasi tentang hal-hal yang berbau pornografi ataupun yang berbau kekerasan. Banyak pemerhati pendidikan anak mengungkapkan bahwa salah satu sebab semakin ‘liarnya” anak-anak karena para ibu yang tidak lagi memegang peranan sebagai pilar ketahanan keluarga. Para ibu sekarang lebih asyik dengan dunia dan kesibukannya, dan menyerahkan proses pendidikan dan pembentukan karakter anak-anaknya pada pembantu, sekolah atau yang lebih parah diserahkan pada media seperti televisi.
Selain misi dalam merayakan hari ibu yang mengalami perubahan, terdapat juga perubahan dalam peran ibu dimasa modern. Perkembangan jaman terbukti berimplikasi terhadap bergesernya peran ibu. Jaman dahulu fungsi scola matterna (pengasuhan ibu sampai usia tertentu) masih sangat dominan. Proses dan lembaga sosialisasi tertua umat manusia ini seiring dengan kemajuan jaman berubah menjadi scola in loco parentis (lembaga pengasuhan anak pada waktu senggang di luar rumah) menggantikan peran orang tua. Apalagi ketika seorang ibu menjadi wanita yang bekerja di luar rumah (wanita karir), maka pola dan model pengasuhan pun akan berubah. Tidak sedikit ibu-ibu yang menjadi wanita karir malah menghabiskan waktu di tempat kerja daripada mendidik dan mengasuh anak. Mereka terlena dengan ‘buaian dan godaan’ tuntutan jaman dan ‘rayuan’ materi dunia, sementara anak-anaknya ditelantarkan dan tidak dididik dengan baik. Jika kondisi ini terus berlanjut maka pendidikan dan perkembangan jiwa anak yang kurang mendapatkan pengasuhan yang baik dari seorang ibu akan terabaikan sehingga kepribadian anak yang baik tidak tercapai. Biasanya perilaku anak ini menjadi buruk, baik di keluarga maupun masyarakat dan kalau sudah begini tentu bukan sepenuhnya salah si anak. Padahal pendidikan yang diberikan ibulah yang merupakan kunci utama dalam membangun keberhasilan anaknya.
Sebagai contoh sejak kecil anak-anak Jepang diajarkan menyukai buku dan menghormati budaya. Hal berbeda yang patut kita tiru dari ibu-ibu di Jepang adalah anggapan bahwa seorang ibu seharusnya berpendidikan dan berpengetahuan agar mampu mengasuh sekaligus membesarkan putra-putri dengan baik dan benar. Mereka menjadi ibu rumah tangga yang berhasil.  Kondisi berbeda ditunjukkan oleh sebagian ibu-ibu bangsa kita. Ada yang beranggapan bahwa menjadi ibu rumah tangga atau ibu untuk anak-anaknya sering dianggap profesi yang remeh temeh, anggapan ibu rumah tangga yang hanya bergelut dengan sumur, kasur, dan dapur kadang membuat sebagian ibu rumah tangga seringkali merasa minder jika ditanya mengenai pekerjaan dengan mengatakan “akh saya cuma ibu rumah tangga”. Apalagi jika latar belakang ibu rumah tangga tersebut seorang yang berpendidikan tinggi, dan dianggap punya potensi untuk berkarir sehingga kemudian banyak komentar kepada wanita yang memilih mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini dengan komentar yang menyayangkan, misalnya “Sayang ya sudah sekolah tinggi-tinggi cuma jadi ibu rumah tangga” Tentu ungkapan tersebut bukan berarti menafikan atau merendahkan wanita yang berkarir yang sekaligus sebagai ibu rumah tangga, kedua pilihan itu tak salah karena yang terpenting dalam berkarir atau berumah tangga intinya adalah bagaimana kemudian berperan menjadi seorang istri dari seorang suami dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Bukankah ada ungkapan bahwa “dibalik kesuksesan seorang laki-laki adalah tergantung siapa wanita dibelakangnya”, ya wanita itu, bisa jadi Ibu bagi seorang anak atau istri bagi seorang suami.
Misi hari ibu
Perbedaan misi perayaan hari ibu dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Misi perayaan hari ibu pada jaman dulu  adalah mengenang semangat perjuangan para perempuan untuk memperbaiki kualitas bangsa IndonesiaSehingga dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Hal ini berbeda sekali dengan bentuk perayaan Hari Ibu masa kini. Hari Ibu kini sekedar menjadi ajang ucapan terima kasih, pujian, dan pembebasan kerja untuk ibu. Tidak tampak lagi semangat negarawati kaum wanita untuk turut memperbaiki kualitas Indonesia. Padahal, ucapan terima kasih dan pengistimewaan ibu harusnya dilakukan setiap hari karena ibulah yang telah merawat dan membesarkan kita, Ibulah pejuang pendidikan pertama kita sebagai generasi harapan bangsa. Memang, tak ada salahnya untuk memicu semangat berterima kasih dan mengistimewakan ibu dengan mengkhususkan satu hari tertentu. Hal ini dapat menjadi solusi atas fitrah manusia yang sering lupa. Akan tetapi, kita juga tidak boleh melupakan sebuah makna hari ibu untuk bersatu, berjuang, memperbaiki kualitas bangsa Indonesia.
Perayaan memperingati hari ibu
Perayaan hari ibu pada setiap negara berbeda. Di  India masyarakat Hindu di India merayakan hari Ibu setiap bulan Oktober. Mereka merayakannya bersamaan dengan Festival Durga Puja. Durga merupakan Dewa yang dipercaya akan melindungi umat Hindu dari kejahatan. Durga juga dikenal sebagai Ibu Jagad Raya. Saat perayaan ini berlangsung, para ibu di India akan mendapat undangan acara makan. Sehingga mereka tak perlu memasak di dapur pada hari itu.
Berbeda lagi dengan perayaan hari ibu Jepang. Masyarakat Jepang menyebut hari Ibu sebagai Haha no hi. Perayaan ini selalu diadakan setiap minggu kedua di bulan Mei. Sebagai ucapan terima kasih pada ibu, anak-anak di Jepang memberikan bermacam kado seperti bunga, kartu, handicraft, dan cokelat. Perayaan hari ibu di Jepang hampir bersamaan dengan perayaan hari ibu di Amerika Serikat, Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong. Mei dipilih karena pada bulan itu Julia Ward Howe, aktivis sosial mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara pada tahun 1870.
Di Selandia Baru para ibu benar-benar dimanjakan saat perayaan hari Ibu. Mereka dibebaskan dari segala kegiatan rumah tangga, dan diajak berpergian ke tempat-tempat perawatan kecantikan. Para ibu bahkan diperbolehkan untuk sarapan di tempat tidur.
Sedangkan di Indonesia sendiri perayaan hari ibu dilakukan dengan mengadakan berbagai macam kegiatan diantaranya: di , Banda Aceh diadakan  Lomba "memasak untuk Ibu".  Dalam lomba ini  sang bapak harus memasak untuk dipersembahkan buat istri (ibu). Pada peringatan hari ini,diharapkan  para bapak-bapak ini lebih memahami bagaimana beban yang dipikul seorang ibu. Mulai memasak, mengurus suami dan anak sampai mengerjakan tugas di rumah. Dari serangkaian lomba yang mengikutkan bapak-bapak sebagai wujud mereka semakin mengerti pekerjaan seorang ibu.
Puluhan pasangan ibu dan anak di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember di ruas jalan Veteran dengan aksi membasuh kaki ibu. Para ibu yang mengikuti aksi dengan duduk berjajar di jalan raya tersebut terlihat tidak dapat menahan haru saat anak-anak membasuh kedua kaki mereka. Usai membasuh kaki sang ibu, anak-anak tersebut kemudian memeluk para ibu dan mengakhiri aksi dengan menyanyikan lagu "Ibu" yang dipopulerkan oleh Iwan Fals. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menambah kecintaan dan bentuk ungkapan cinta kasih anak akan sosok seorang ibu. Aksi membasuh kaki ibu, kata dia, menyimbulkan ungkapan cinta kasih anak agar senantiasa menjadi anak yang patuh dan tidak membangkang kepada kedua orang tuanya. Selain menggugah kesadaran anak, kata dia, aksi tersebut juga dilakukan agar kaum ibu dapat membina para anak yang dititipkan kepada mereka dan menjadikannya sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Di Kulon Progo  diadakan Kampanye "Ibuku Perpustakaanku" mewarnai peringatan hari ibu 22 Desember di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.kegiatan ini bertujuan untuk mengajak kaum wanita terutama kalangan ibu di perdesaan ikut membudayakan gemar membaca di masyarakat terutama pada anak.karena  Seorang ibu memiliki peran utama dan paling penting dalam mendidik anaknya, termasuk membudayakan gemar membaca di masyarakat, khususnya lingkungan keluarga sendiri, terutama anak. Untuk itu, ibu harus  ambil bagian dalam kampanye "Ibuku Perpustakaanku" di kalangan generasi muda. "Sebab, dengan membaca, ilmu pengetahuan akan bertambah dan berkembang, sekaligus mencerdaskan masyarakat.
Di Jakarta, dalam menyambut peringatan hari Ibu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyelenggarakan kegiatan seminar sehari hari Ibu, Kamis, 22 Desember 2011. Kegiatan itu bertujuan menjadikan hari ibu sebagai media penguatan jati diri dan peran perempuan dalam pembentukan karakter bangsa dan pembentuk pondasi bangsa. Seminar sehari yang bertema "Sastra dan Peran Ibu sebagai Pembentuk Karakter Bangsa" dibuka oleh Kepala Subbidang Pengkajian Sastra, Dra. Erlis Nurmujiningsih, M.Hum. yang mewakili Sekretaris Badan Pengembangan dan Pengembangan Bahasa. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa peringatan hari ibu merupakan momentum untuk mendorong terwujudnya kesetaraan gender, meningkatkan kiprah ibu sebagai faktor ekonomi keluarga, serta mendorong peranan ibu sebagai pembentuk karakter dan faktor pondasi pembangunan bangsa. Acara tersebut menampilkan dua narasumber, yaitu Helvy Tiana Rossa (Dosen FBS UNJ) dan Maryana Amirudin (Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan). Seminar sehari itu dihadiri oleh dosen, sastrawan, mahasiswa, organisasi perempuan, dan karyawan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/lamanv42/?q=detail_berita/2642
Peringatan hari ibu berawal dari pertemuan antara para pejuang perempuan yang bertemu pada saat menghadiri acara Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Pada saat itu para pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Indonesia berkumpul untuk menyatukan pikiran, rasa, karsa dan semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan karena pada saat itu perempuan hanyalah dipandang sebelah mata, dan mereka juga dianggap tidak layak untuk mendapatkan pendidikan di bangku sekolah karena bagi kebanyakan orang berpendapat bahwa tugas seorang perempuan hanyalah mengurusi masalah rumah seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci baju, mencuci piring, mengurusi hewan ternak, melayani suami dan merawat anak. Jadi perempuan tidak disarankan untuk memperoleh pendidikan seperti para laki-laki karena meskipun mereka mengenyam pendidkan  yang tinggi dan hampir setara dengan kaum laki-laki mungkin semua itu dirasa akan percuma karena kelak jika mereka sudah menikah tugas mereka bukanlah untuk mencari nafkah tetapi hanyalah mengurus masalah rumah tangga. Oleh karena itu para pemimpin organisasi perempuan dari wilayah seluruh Indonesia membicarakan hal tersebut. Mereka ingin statusnya disamakan dengan laki-laki. Mereka ingin dapat memperoleh pendidikan, berpartisipasi dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, berjuang untuk memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan, mengatasi masalah-masalah tentang perdagangan anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Mereka ingin tidak ada lagi batasan-batasan  antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh pendidikan, batasan-batasan untuk memajukan kesejahteraan bangsa, dan batasan-batasan dalam berkarya. Oleh karena itu untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan perempuan yang begitu besarnya ditetapkanlah hari ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember.
Perayaan hari ibu di berbagai daerah berbeda-beda. Setiap daerah maupun Negara memiliki cara tersendiri untuk merayakan hari ibu. Semua perbedaan itu tidaklah penting karena yang terpenting adalah bagaimana kita bisa membuat ibu bahagia dan bangga telah memiliki kita sebagai anaknya. Dan jangan sampai kita menyakiti perasaan ibu karena beliau telah merawat, menjaga, mendidik, dan membesarkan kita dari kita kecil hingga sampai kita memiliki keluarga sendiri. Kita juga harus mengingat bahwa surga ada ditelapak kaki ibu. Oleh karena itu kita tidak boleh mengecewakan dan membuat ibu sakit hati karena sifat dan prilaku kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar