Laman

Powered By Blogger

Jumat, 01 Juni 2012

PERANAN IBU DALAM PEMBINAAN MORAL


PERANAN IBU DALAM PEMBINAAN MORAL
Oleh:
Sirajuddin Azhar, Fitri Ayu Pertiwi


Dalam rangka memperingati hari ibu, patut menjadi renungan kita bersama ,tentang peranan mereka dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Sungguh amat besar peranan para ibu dalam ketahan keluarga yang berdampak positif dterhadap pembinaan moral masyarakat. Namun sering kali kita kurang menyadari akan hal itu, bahkan para ibu itu sendiri.
Banyak referensi yang menyebutkan bahwa islam mengangkat derajat kaum wanita. Tetapi banyak realitas social yang menunjukan hal sebaliknya. Kaum wanita di lingkungan masyarakat mungkin justru tidak diberi kesempatan untuk berperan , sekalipun islam tidak mengajarkan demikian.
Islam menegaskan kepada para ummatnyabahwa antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan - perbedaan kedudukan baik sebagai hamba-hamba Allah, sebagai anggota keluarga, sebagai anggota masyarakat maupun sebagai warga Negara. Semua hamba Allah adalah sama, hamba orang bertaqwa (baik laki – laki maupu perempuan yang menduduki tempat mulia disisiNYA,< Q.S 49:13>)
Tampa memandang dia seorang laki – laki atau  perempuan, bila beriman dan mengerjakan amal saleh akan mendapat balasan yang setimpal dengan iman dan amalnya (Q.S 16:97). Bahkan sebuah hadistn abi Saw, yang diriwayatkan oleh Ahmad menyebutkan bahwa”surge itu terletak di bawah kaki ibu”
Terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan wanita tidak dapat menempati posisinya yang layak sebagaiman penjelasan ayat dan hadist diatas. Pertama. Factor sosial budaya. Ada suatu pandangan di dalam masyarakat bahwa posisi dan peranan wanita itu di dalam rumah saja. Seorang istri yang bekerja di luar rumah akan merendahkan nilai suami sebagai kepala keluarga dan penanggung jawab ekonomi rumah tangga. Untuk meluruskan pandangan seperti ini diperlukan perubahan iklim dan lingkunag soaial budaya yang kondusif terhadap peranan wanita dalam rumah tangga maupun masyarakat.
Jumlah kaum perempuan lebih dari pada kaum laki – laki. Demikian pula tenaga kerja yang tersedia. Tuntukan pembangunan dalam berbagai sektor tidak hanya membuthkan tenaga laki – laki. Bahkan dalam sektor tertentu, wanita merupakan tenaga kerja yang ideal untuk melakukannya. Maka yang menjadi hambatan kedua adalah faktor social dan ekonomi. Di antaranya, apresiasi masyarakat yang masih rendah terhadap kemampuan tenaga kerja wanita. Akibatnya terjadi diskriminasi baik dalam pemberian kompensasi maupun peluang penyediaan kesempatan kerja bagi wanita.
Orangtua terhadap pendidikan anak – anaknya kadang – kadang tidak bersifat adil. Bagi anaknya laki – laki diberi kesempatan menempuh jenjangpendidikan tanpa batas. Sedang anak perempuannya tidak. Maka factor penghambat ketiga bagi peningkatan peranan kaum wanita adalah tingkat pendidikan. Pada hakikatnya kecerdasan anak laki – laki dan anak perempuan adalah sama, apabila mereka diberi kesempatan yang sama mengembangkan kepribadiannya.
Masih terdapat pemahaman yang sempit terhadap agama yang berakibat dapat menghambat derap laju kemajuan kamu wanita. Wanita dianngap lebih bersifat emosional dari pada rasional. Karnanya, jabatan tertinggi pemerintahan dan hokum,kaum wanita tidak diperkenankan untuk memangkunya. Masalah lain adalah pandangan yang muncul dari tradisi yang kemudian diagamakan, bahwa anak – anak laki – laki bebas menentukan kawan hidupnya, sedang bagi anak perempuan tidak. Sepenuhnya wewenangan penentuhan jodoh seorang gadis berada di tangan ayahnya. Padahal islam menetapkan ayah sebagai wali anak perempuan, bukan dalam penentuan . pandangan yang sempit dan mengatasnamakan agama ini menjadi factor keempat yang menghambat wanita dalam meningkatkan peranannya.
Agam sebagai salah satu modal dasar pembangunan. Sebenarnya merupakan tenaga penggerak dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam sektor peningkatan dan peranan pemberdayaanperempuan. Ajaran Islam banyak memberikan dorongan kepada kaum wanita untuk berpartisipasi  aktif dan lebih banyak berkiprah dalam berbagai segi kehidupan. Dorongan ini dpat memberikan nilai yang tinggi bagi peranan kaum wanita.
Suami isteri dalam rumah tangga adalah mitra. Bukan yang satu sebagai penguasaterhadap yang lain. Bukan pula masing – masing pihak memposisikan diri sebagai lawan. Interaksi antara keduanya perlu dibina secara tepat, melalui penanaman nilai – nilai etis dari pada penonjolan nilai – nilai yuridis.
Pembinaan suami isteri dalam rumah tangga berarti menumbuhkan kesadaran dan sikap mental serta pola piker positif, agar masing – masing melakukan peranannya sesuai dengan kodratnya. Peningkatan peran ini mendorong kaum wanita kembali menduduki posisinya yang mulia dan terhormat . ibu yang melahirkan anaknya, merawat dan mendidiknya, patut mendapatkan dan penghargaan secara layak.
Ibu adalah pendidik yang pertama dan utama dalam mahligai rumah. Karakteristik psikologi yang secara kodrati dimiliki ibu memberikan peluang untuk melaksanakan peranannya mendidik putra dan putrinya. Tugas ini bukanlah tugas yang mudah. Melaikan tugas mulia yang memerlukan ketekunan. Ketabahan dan ketulusan. Pendidikan anak – anak dalam lingkungan keluarga itu terasa penting , tidak hanya saat anak – anak masih kecil, tetapi juga pada masa anak – anak meningkat remaja.
Kerja keras para ibu dalam fungsinya sebagai pendidik dan Pembina akhlaq anak – anak tidak akan sia – sia. Para ibu yang ,elahirkan generasi penerus umat manusia, yang memelihara dengan penuh kasih saying dan mendidik mereka,yang memberikan segalanya untuk kepentingan kebahagian serta mencurahkan perhatiannya pada pembinaan norma – norma yang baik di lingkungan keluarga.
Kehidupan keluarga adalah sendi dasar kehidupan masyarakat. Kedudukan penting para ibu dalam pembinaan akhlaq keluarga, pada hakikatnya secara langsung berdampak terhadap pembentukan moral – moral masyarakat.
Suatu masyarakat dikatakan beradap bila masing – masing keluarga yang berada di dalamnya juga dalam kondisi bermoral. Di sini, sangat besar peran para ibu memberikan konstribusi yang positif terhadap pembinaan moral masyarakat dan bangsa.
Dalam kehidupan sehari – hari, kita lihat berbagai macam tabiat manusia,termasuk diantaranya orang – orang yang mengalami ketidak stabilan jiwa, seperti gelisah, tidak aman, apatis terhadap lingkungannnya, merasa serba salah, perasaannya selalu diliputi rasa tidak senang sehingga mudah tersingggung dgan orang lain. Selain itu juga ada yang tidak bias melihat kebaikan orang lain karna sombong, keras hati, egoitis, keras kepala, dan sebagainya.
Kenyataan itu tidak hanya dialami kepada orang – orang yang dihingggapi rasa frustasiakibat tekanan hidup, tetapi juga pada orang – orang yang mapan, intelek,dan terpandang. Sebab ketidak stabilan jiwa merupakan  proses pola didik sejak kecil yang telah mereka terima. Ibu – ibu yang tidak mengerti bagaimana memperlakukan anak – anak dengan cara yang bersifat pembinaan mental yang sehat, maka sejak kecil anak itu akan mulai terganggu perasaannya, dan ahirnya terganggu pula kesehatan mentalnya yang akan mempengaruhi perasaan, pikiran, kelakuan, dan kesehatannya. Pertumbuhan akan terhalang, baik jasmani maupun rohaninya.
Kemunduran umat islam umumnya terletak pada ketidak mampuan para ibu memberikan pendidikan yang baik kepada anak – anaknya dan tidak tahu cara memperlakukan mereka.dalam hal ini jelaslah makna ”surga ditelapak kaki ibu” mengandung dua aspek. Pertama, aspek keteladanan ibu sebagai pendidiuhan anak terk utama, dan aspek kedua, kepatuhan anak terhadap orangtua (ibu) yang telah berjuang memberikan bekal anak untuk perjalanan hidupnya menuju surga yang kekal abadi.

Pendek kata, agar seorang ibu dapat memberikan pendidikan yang baik kepada anak – anaknya baik mental maupun fisiknya, hendaknya ia menjadi teladan yang baik dan dinamis disegala aspek kehidupan rumah tangganya.
Kita tentu masih ingat nama Hj Hindun, seorang janda yang berjuang mendidik dan membesarkan 11 ananknya, demi mengangkat derajat keluarga. Ia rela harta dan sawah ladangnya ludes guna membiayai anak – anaknya, asalkan mereka berhasil menjadi orang yang berpendidikan dan berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Dan usaha wanita dari Gabon Tuban tidak sia – sia, padahak dia sendiri tidak pernah mengenya bangku sekolah.waktu diwawancarai seirang reporter radio ia mengatakan “ bahwa saya memperjuangkan anak bisa menyelesaikan pendidikan, agar kehidupan tidak terlantar. Bisa ngopeni anak, istri dan keluarganya. Sebab kalau tidak berpendidikan, akan menjadi orang bodoh, jangan seperti saya yang tidak pernah sekolah,” ujar Hj Hindun ketika itu.
Sungguh mendalam dan mulia pemikiran Hj Hindun dalam menilai kewajiban orangtua terhadap anak, karna menurutnya tidak ada jalan lain dalam menjadikan anakkecuali melalui pendidikan. Ia menyadari  ilmu lebih berharga dari pada harta. Dan ilmu yang dimaksud adalah keseimbangan ilmu umum dan ilmu agama, itulah sekelumit ceritadari Hj Hindun yang patut kita jadikan figure keteladan dan kepatuhan,sehingga mampu mempertahankan citra keluarga walaupun untuk itu memperlukan perjuangan yang sangat panjang dan sangat melelahkan.
Dalam buku Hj Khairiya Husain Thaha “Konsep Ibu Teladan” menyatakan, pedidikan anak merupakan salah satu topik yang amat penting yan mendaat perhatian dari Islam. Alasannya adalah, bahwa anak merupakan pilar bagi berdirinya mahligai masyarakat kecil yaitu keluarga, dan keluarga adalah merupakan pilar berdirinya masyarakat makro yaitu umat.dengan kata lain nilai urgensi dri masa kanak – kanak merupakan fase kehidupan anak yang sangat vital dn sangat menentukan. Dengan segala sifat cirri – ciri, keistimewaan dan potensi – potensinya yang seba spesifik, ia merupakan asas pijak dari fase – fase kehidupan selanjutnya. Karna itu , katanya, kedua orangtua, khususnya kaum ibu yang banyak bergelut dengan anak, mempunyai tugas yang amat besar untuk mendidik sang anak dengan pendidikan jasmani intelektual, dan mental spiritual, baik melalu teladan yang baik maupun pengajaran (nasihat – nasihat), sehinggga kelak dia dapat memetik tradisi – tradisi yang benar dn pijakan moral yang sempurnadri masa kanak – kanak itu.
Namun dalam buku tadi mengingatkan, betapa besarnya peranan keluarga membentuk masyarakat islami, dan mengingat kompleksnya persoalan yang akan dihadapi sang anak di masa – masa yang akan dating, maka munculnya ibu muslim yang ideal meruapakan kebutuhan insane yang amat mendesak di zaman modern ini.
Sedangkan melihat kenyataan yang ada, rasanya sulit diharapkan sistem pendidikan kita dapat mencetak hal yang demikian itu. System pendidikan kita masih dihantui oleh hambatan dan kelemahan, diantaranya hambatan kurikuler dan struktual, tenaga operasional, lingkungan dan hambatan dana serta saran.
Memang tidak mudah menjadikan ibu sebagai teladan, apabila wawasan ibu teladan itu sendiri tidak jelas, keteladan seorang ibu tidak lepas dari system pembinaaan rumah tangga yang harmonis.
Problem rumah tangga, sangat mempengaruhi system pembentukan rumah tangga yang mampu menciptakan ketenangan, kedamain, dan saling pengertian. Apalgi di zaman modern seperti ini, pengaruh global mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai tentang tangga, tetapi ada kecenderungan sebagai wanita karier, seniman, ilmuan, eskutif, dan bisnis yang tidak slalu berhubungan dan menghabiskan waktu untuk mengurus rumah tanggga. Kecenderumgan ini bukanlah masalah baru sebagai akibat dari revolusi industriyang memaksa wanita bekerja di kantor, pabrik atau perusahaan.
Akan tetapi, kebutuhan semacam ini seumur dengan usia kemanusiaan yang berkembang lebih dahulu sebelum timbulnya istilah wanita karier yang dikenal saat ini. Dengan demikian persoalannya adalah adanya kecendurungan wanita menjadi wanita karier atau seorang ibu rumah tangga adalah dua hal tidak bisa dipertemukan,. Namun perlu diingat, efek samping bagi wanita yang memusatkan pikiran dan usahanya seta menghabiskan waktunya untuk karier memang ada. Secara tidak disadari ia akanmenelantarkan anak – anaknya, yakni mengurangi kebahagiaan anak – anaknya.
Memahami persoalan di atas, maka kesatuan dan kesamaaan langkah dalam kehidupan berkeluarga, saling komunukasi, bekerjasama secara aktif, pemilikan rasa kasih saying, serta cinta keluarga adalah kebutuhan sekali bagi keluarga pada khusulam kehidupan modern sepen masyarakat pada umumnya.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, tak jarang keluarga menempuh jalan pintas dan praktis dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Misalnya orangtuanya sering engggan m emberi nasihat secara langsung kepada anak – anaknya, karna sudah cukup diperoleh dari sekolah, masyarakat, atau media elektronik, sehingga mereka tidak tahu apa sebenarnya yng menjadi keluhan anak – anaknya. Bahkan masakpun ibu lebih suka membeli makanan jadi dari pada memasakkan anak – anak dan suaminya.
Kesemuanya itu perlu kita sadari  jika kita mau menghadapi masa depan dengan harapan kebahagiaan yang lebih sempurna atau yang kita harapkan. Sebab,kita tidak bias terhanyut begitu saja menghadapi perubahan – perubahan zaman tanpa pengetahuan yang n cukup terhadap perubahan – perubahan itu sendiri. Apalagi pola hidup kebarat – baratan semakin menggerogoti keluarga dan menggeser nilai – nilai peradaban dan etika moral agama.dan bukan tidak mungkin akan mempengaruhi mitos “Kasih Ibu Sepanjang Jalan” tetapi semoga kita tidak bagi keluarga kita.
Ada sebuah hadist yang sudah jamak dihafal orang : bahwa keridhahan Allah itu terletak pada keridhahan orangtua. Tapi benarkah ajaran ini telah diamalkan oleh masyarakat,terutama generasi muda kita ? jawabannya, tentu saja tidak. Butir – butir mutiara hadist tersebut, seakan hanya menjadi lukisan pigora, yang kita pandang di saat jenuh oleh kecapekan rutinitas kerja sehari – hari.
Padahal, setiap orangtua berkewajiban merawat anak – anaknya dengan sebaik – baiknya, dengan itu diharapkan timbulnya akhlakul karimah,sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran atau tuntunan agama Islam. “sebab anak itu merupakan titipan Allah yang harus dipelihara dengan baik,”tugas utamanya adalah membentuk sikap mental mereka secara Islami. Sebuah hadist menyatakan : bahwa setiap anak itu dilahirkan dalam keadaaan fitrah. Maka kedua orangtuanya yang akan membentuk mereka, apakah menjadi orang pemeluk agama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal ini menandakan betapa besar tanggung jawab orangtuaterhadap anak –anaknya dihadapan Allah SWT. Pada hadist klain juga disebutkan; Al – jannatu tahta aqdamil ummahat, bahwa surge itu berada di telapak kaki ibu
Penderiataan seorang ibu dalam mengasuh anak – anaknya, bukanlah pekerjaaan yang ringan. Dia mengandungnya selama 9 bulan, lantas melahirkan seorang bayi yang masih merah dan masih lemah. Setiap harinya, pada siang ataupun malam harus menyusuin dengan penuh rasa kasih saying. Pengorbanan yang demikian ini, dia lakukan tanpa mengeluh, perasaan sakit maupun putus asa. Dirawatnya sekecil itu dengan perasaan ikhlas. Barangkali sudah menjadi naluri seorang ibu untuk merawat dan membesarkan anak – anaknya dengan cara yang sungguh mengagumkan. Oleh karenanya, masih tetap relavan jika ibu disebut sebagai pendidik utama bagi seorang anak.
Anehnya, masih saja kita dapati anak yang berani menentang kedua orangtua mereka. Ini terutama terjadi di kota – kota besar. Hal itu disebabkan oleh pengaruh budaya kotayang semakin tingggi. Ketika anak memasuki jenjang sekolah, mereka semakin berani menentang perintah kedua orangtuanya. Dianggap apa yang dikehendaki orang tuanya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang sudah demokratis dan terbuka. Anak muda zaman sekarang muda sekali terpengaruh oleh budaya barat. Dalam berbusana saja, mereka senang memakai celana jeans, memakai baju dengan model you can see,di Mc Donals makan pizza,bermain internet dan lain sebagainya.
Oleh karna itu, peranan ibu sangatlah penting dan besar sekali. Jika wanita itu shaliha, tentu akan melaksanakan tuntunan agamanya. Dan kelak wanita seperti ini jika menjadi seorang ibu, maka tanggungjawabnya sangatlah besar terhadap pendidikan anak – anaknya.Dan pada umumnya, anak – anak itu sangatlah dekat dengan ibunya. Setiap perbuatan ibunya akan menjadi panutan dan dan ditirukan oleh anak – anaknya. “sesungguhnya sebaik – sebaik perhiasan dunia, adalah perempuan yang shalilha.” Menurut sebuah hadist.
Pada sisislain, tidak sedikit anak yang jadi brutal lantaran ibunya selalu sibuk dengan karirnya.Dan hingga kini, keberadaan wanita karir masih saja jadi dilema.Sebab dengan memilih menjadi wanita karir.Sama artinyadengan mengurangi waktu pertemuan dengan anak-anaknya.
Dengan kata lain kita membiarkan anak-anak tidur,makan, kasih saying dari pembantu.Pendidikannya diserahkan kepada guru privat.Padahal guru privat hanya dating dan mengajar.Selebihnya hanya menunggu gaji.Dia sama sekali tidak memberikan kasih saying.Anak bergaul dengan bebas tanpa control dari orang tua, sehingga jadilah ia anak yang pertumbuhan wataknya serba tak karuan.
Meskipun demikian lanjutnya ada juga anak  seorang wanita karir yang sukses di bidangnya.Sedangkan anak ibu rumah tangga justru tumbuh menjadi anak nakal dan brutal.Persoalannya sebenarnya terletak dari segi kualitas dan produktivitas pertemuan.Seorang wanita karir anaknya bisa sukses jika dia memperhatikan segi ini.Dengan sedikitnya waktu pertemuan, maka isi pertemuan harus berkualitas dan pengaturan waktu menjadi lebih produktif.
Dan yang paling terpenting, adalah memperhatikan batasan-batasan seorang karir.Yang mutlak, batasan itu berupa rambu-rambu agama.Dengan tak meninggalkan kewajiban sebagai istri mau seorang ibu, maka kondisi rumah tangga akan terjaga keharmonisannya.Jika di kantor dirinya dihormati karena jabatan misalnya, maka di rumah tidak menuntut hal yang sama.Sebaba disini dirinya tengah berada di posisi yang berlainan.”Intinya, segala sesuatu akn selamat, jika kembali pada zaman jika kembali pada agama dan ridho Allah semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar