PERANAN IBU DALAM
PEMBINAAN MORAL
Oleh:
Sirajuddin Azhar, Fitri Ayu Pertiwi
Dalam rangka memperingati hari ibu, patut menjadi
renungan kita bersama ,tentang peranan mereka dalam kehidupan keluarga maupun
masyarakat. Sungguh amat besar peranan para ibu dalam ketahan keluarga yang
berdampak positif dterhadap pembinaan moral masyarakat. Namun sering kali kita
kurang menyadari akan hal itu, bahkan para ibu itu sendiri.
Banyak referensi yang menyebutkan bahwa islam
mengangkat derajat kaum wanita. Tetapi banyak realitas social yang menunjukan
hal sebaliknya. Kaum wanita di lingkungan masyarakat mungkin justru tidak
diberi kesempatan untuk berperan , sekalipun islam tidak mengajarkan demikian.
Islam menegaskan kepada para ummatnyabahwa antara
laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan - perbedaan kedudukan baik sebagai
hamba-hamba Allah, sebagai anggota keluarga, sebagai anggota masyarakat maupun
sebagai warga Negara. Semua hamba Allah adalah sama, hamba orang bertaqwa (baik
laki – laki maupu perempuan yang menduduki tempat mulia disisiNYA,< Q.S
49:13>)
Tampa memandang dia seorang laki – laki atau perempuan, bila beriman dan mengerjakan amal
saleh akan mendapat balasan yang setimpal dengan iman dan amalnya (Q.S 16:97).
Bahkan sebuah hadistn abi Saw, yang diriwayatkan oleh Ahmad menyebutkan
bahwa”surge itu terletak di bawah kaki ibu”
Terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan wanita
tidak dapat menempati posisinya yang layak sebagaiman penjelasan ayat dan
hadist diatas. Pertama. Factor sosial budaya. Ada suatu pandangan di dalam
masyarakat bahwa posisi dan peranan wanita itu di dalam rumah saja. Seorang
istri yang bekerja di luar rumah akan merendahkan nilai suami sebagai kepala
keluarga dan penanggung jawab ekonomi rumah tangga. Untuk meluruskan pandangan
seperti ini diperlukan perubahan iklim dan lingkunag soaial budaya yang
kondusif terhadap peranan wanita dalam rumah tangga maupun masyarakat.
Jumlah kaum perempuan lebih dari pada kaum laki –
laki. Demikian pula tenaga kerja yang tersedia. Tuntukan pembangunan dalam
berbagai sektor tidak hanya membuthkan tenaga laki – laki. Bahkan dalam sektor
tertentu, wanita merupakan tenaga kerja yang ideal untuk melakukannya. Maka
yang menjadi hambatan kedua adalah faktor social dan ekonomi. Di antaranya,
apresiasi masyarakat yang masih rendah terhadap kemampuan tenaga kerja wanita.
Akibatnya terjadi diskriminasi baik dalam pemberian kompensasi maupun peluang
penyediaan kesempatan kerja bagi wanita.
Orangtua terhadap pendidikan anak – anaknya kadang –
kadang tidak bersifat adil. Bagi anaknya laki – laki diberi kesempatan menempuh
jenjangpendidikan tanpa batas. Sedang anak perempuannya tidak. Maka factor
penghambat ketiga bagi peningkatan peranan kaum wanita adalah tingkat
pendidikan. Pada hakikatnya kecerdasan anak laki – laki dan anak perempuan
adalah sama, apabila mereka diberi kesempatan yang sama mengembangkan
kepribadiannya.
Masih terdapat pemahaman yang sempit terhadap agama
yang berakibat dapat menghambat derap laju kemajuan kamu wanita. Wanita
dianngap lebih bersifat emosional dari pada rasional. Karnanya, jabatan
tertinggi pemerintahan dan hokum,kaum wanita tidak diperkenankan untuk
memangkunya. Masalah lain adalah pandangan yang muncul dari tradisi yang
kemudian diagamakan, bahwa anak – anak laki – laki bebas menentukan kawan
hidupnya, sedang bagi anak perempuan tidak. Sepenuhnya wewenangan penentuhan
jodoh seorang gadis berada di tangan ayahnya. Padahal islam menetapkan ayah
sebagai wali anak perempuan, bukan dalam penentuan . pandangan yang sempit dan
mengatasnamakan agama ini menjadi factor keempat yang menghambat wanita dalam
meningkatkan peranannya.
Agam sebagai salah satu modal dasar pembangunan.
Sebenarnya merupakan tenaga penggerak dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk
dalam sektor peningkatan dan peranan pemberdayaanperempuan. Ajaran Islam banyak
memberikan dorongan kepada kaum wanita untuk berpartisipasi aktif dan lebih banyak berkiprah dalam
berbagai segi kehidupan. Dorongan ini dpat memberikan nilai yang tinggi bagi
peranan kaum wanita.
Suami isteri dalam rumah tangga adalah mitra. Bukan
yang satu sebagai penguasaterhadap yang lain. Bukan pula masing – masing pihak
memposisikan diri sebagai lawan. Interaksi antara keduanya perlu dibina secara
tepat, melalui penanaman nilai – nilai etis dari pada penonjolan nilai – nilai
yuridis.
Pembinaan suami isteri dalam rumah tangga berarti
menumbuhkan kesadaran dan sikap mental serta pola piker positif, agar masing –
masing melakukan peranannya sesuai dengan kodratnya. Peningkatan peran ini
mendorong kaum wanita kembali menduduki posisinya yang mulia dan terhormat .
ibu yang melahirkan anaknya, merawat dan mendidiknya, patut mendapatkan dan
penghargaan secara layak.
Ibu adalah pendidik yang pertama dan utama dalam
mahligai rumah. Karakteristik psikologi yang secara kodrati dimiliki ibu
memberikan peluang untuk melaksanakan peranannya mendidik putra dan putrinya.
Tugas ini bukanlah tugas yang mudah. Melaikan tugas mulia yang memerlukan
ketekunan. Ketabahan dan ketulusan. Pendidikan anak – anak dalam lingkungan
keluarga itu terasa penting , tidak hanya saat anak – anak masih kecil, tetapi
juga pada masa anak – anak meningkat remaja.
Kerja keras para ibu dalam fungsinya sebagai
pendidik dan Pembina akhlaq anak – anak tidak akan sia – sia. Para ibu yang
,elahirkan generasi penerus umat manusia, yang memelihara dengan penuh kasih
saying dan mendidik mereka,yang memberikan segalanya untuk kepentingan
kebahagian serta mencurahkan perhatiannya pada pembinaan norma – norma yang
baik di lingkungan keluarga.
Kehidupan keluarga adalah sendi dasar kehidupan
masyarakat. Kedudukan penting para ibu dalam pembinaan akhlaq keluarga, pada
hakikatnya secara langsung berdampak terhadap pembentukan moral – moral
masyarakat.
Suatu masyarakat dikatakan beradap bila masing –
masing keluarga yang berada di dalamnya juga dalam kondisi bermoral. Di sini,
sangat besar peran para ibu memberikan konstribusi yang positif terhadap
pembinaan moral masyarakat dan bangsa.
Dalam kehidupan sehari – hari, kita lihat berbagai
macam tabiat manusia,termasuk diantaranya orang – orang yang mengalami ketidak
stabilan jiwa, seperti gelisah, tidak aman, apatis terhadap lingkungannnya,
merasa serba salah, perasaannya selalu diliputi rasa tidak senang sehingga
mudah tersingggung dgan orang lain. Selain itu juga ada yang tidak bias melihat
kebaikan orang lain karna sombong, keras hati, egoitis, keras kepala, dan
sebagainya.
Kenyataan itu tidak hanya dialami kepada orang –
orang yang dihingggapi rasa frustasiakibat tekanan hidup, tetapi juga pada
orang – orang yang mapan, intelek,dan terpandang. Sebab ketidak stabilan jiwa
merupakan proses pola didik sejak kecil
yang telah mereka terima. Ibu – ibu yang tidak mengerti bagaimana memperlakukan
anak – anak dengan cara yang bersifat pembinaan mental yang sehat, maka sejak
kecil anak itu akan mulai terganggu perasaannya, dan ahirnya terganggu pula
kesehatan mentalnya yang akan mempengaruhi perasaan, pikiran, kelakuan, dan
kesehatannya. Pertumbuhan akan terhalang, baik jasmani maupun rohaninya.
Kemunduran umat islam umumnya terletak pada ketidak
mampuan para ibu memberikan pendidikan yang baik kepada anak – anaknya dan
tidak tahu cara memperlakukan mereka.dalam hal ini jelaslah makna ”surga
ditelapak kaki ibu” mengandung dua aspek. Pertama, aspek keteladanan ibu
sebagai pendidiuhan anak terk utama, dan aspek kedua, kepatuhan anak terhadap
orangtua (ibu) yang telah berjuang memberikan bekal anak untuk perjalanan
hidupnya menuju surga yang kekal abadi.
Pendek kata, agar seorang ibu dapat memberikan
pendidikan yang baik kepada anak – anaknya baik mental maupun fisiknya,
hendaknya ia menjadi teladan yang baik dan dinamis disegala aspek kehidupan
rumah tangganya.
Kita tentu masih ingat nama Hj Hindun, seorang janda
yang berjuang mendidik dan membesarkan 11 ananknya, demi mengangkat derajat
keluarga. Ia rela harta dan sawah ladangnya ludes guna membiayai anak –
anaknya, asalkan mereka berhasil menjadi orang yang berpendidikan dan berguna
bagi agama, nusa, dan bangsa. Dan usaha wanita dari Gabon Tuban tidak sia –
sia, padahak dia sendiri tidak pernah mengenya bangku sekolah.waktu
diwawancarai seirang reporter radio ia mengatakan “ bahwa saya memperjuangkan
anak bisa menyelesaikan pendidikan, agar kehidupan tidak terlantar. Bisa
ngopeni anak, istri dan keluarganya. Sebab kalau tidak berpendidikan, akan
menjadi orang bodoh, jangan seperti saya yang tidak pernah sekolah,” ujar Hj
Hindun ketika itu.
Sungguh mendalam dan mulia pemikiran Hj Hindun dalam
menilai kewajiban orangtua terhadap anak, karna menurutnya tidak ada jalan lain
dalam menjadikan anakkecuali melalui pendidikan. Ia menyadari ilmu lebih berharga dari pada harta. Dan ilmu
yang dimaksud adalah keseimbangan ilmu umum dan ilmu agama, itulah sekelumit
ceritadari Hj Hindun yang patut kita jadikan figure keteladan dan
kepatuhan,sehingga mampu mempertahankan citra keluarga walaupun untuk itu
memperlukan perjuangan yang sangat panjang dan sangat melelahkan.
Dalam buku Hj Khairiya Husain Thaha “Konsep Ibu
Teladan” menyatakan, pedidikan anak merupakan salah satu topik yang amat
penting yan mendaat perhatian dari Islam. Alasannya adalah, bahwa anak
merupakan pilar bagi berdirinya mahligai masyarakat kecil yaitu keluarga, dan
keluarga adalah merupakan pilar berdirinya masyarakat makro yaitu umat.dengan
kata lain nilai urgensi dri masa kanak – kanak merupakan fase kehidupan anak
yang sangat vital dn sangat menentukan. Dengan segala sifat cirri – ciri,
keistimewaan dan potensi – potensinya yang seba spesifik, ia merupakan asas
pijak dari fase – fase kehidupan selanjutnya. Karna itu , katanya, kedua
orangtua, khususnya kaum ibu yang banyak bergelut dengan anak, mempunyai tugas
yang amat besar untuk mendidik sang anak dengan pendidikan jasmani intelektual,
dan mental spiritual, baik melalu teladan yang baik maupun pengajaran (nasihat
– nasihat), sehinggga kelak dia dapat memetik tradisi – tradisi yang benar dn
pijakan moral yang sempurnadri masa kanak – kanak itu.
Namun dalam buku tadi mengingatkan, betapa besarnya
peranan keluarga membentuk masyarakat islami, dan mengingat kompleksnya
persoalan yang akan dihadapi sang anak di masa – masa yang akan dating, maka
munculnya ibu muslim yang ideal meruapakan kebutuhan insane yang amat mendesak
di zaman modern ini.
Sedangkan melihat kenyataan yang ada, rasanya sulit
diharapkan sistem pendidikan kita dapat mencetak hal yang demikian itu. System
pendidikan kita masih dihantui oleh hambatan dan kelemahan, diantaranya
hambatan kurikuler dan struktual, tenaga operasional, lingkungan dan hambatan
dana serta saran.
Memang tidak mudah menjadikan ibu sebagai teladan,
apabila wawasan ibu teladan itu sendiri tidak jelas, keteladan seorang ibu
tidak lepas dari system pembinaaan rumah tangga yang harmonis.
Problem rumah tangga, sangat mempengaruhi system
pembentukan rumah tangga yang mampu menciptakan ketenangan, kedamain, dan
saling pengertian. Apalgi di zaman modern seperti ini, pengaruh global
mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai tentang tangga, tetapi ada
kecenderungan sebagai wanita karier, seniman, ilmuan, eskutif, dan bisnis yang
tidak slalu berhubungan dan menghabiskan waktu untuk mengurus rumah tanggga.
Kecenderumgan ini bukanlah masalah baru sebagai akibat dari revolusi
industriyang memaksa wanita bekerja di kantor, pabrik atau perusahaan.
Akan tetapi, kebutuhan semacam ini seumur dengan
usia kemanusiaan yang berkembang lebih dahulu sebelum timbulnya istilah wanita
karier yang dikenal saat ini. Dengan demikian persoalannya adalah adanya
kecendurungan wanita menjadi wanita karier atau seorang ibu rumah tangga adalah
dua hal tidak bisa dipertemukan,. Namun perlu diingat, efek samping bagi wanita
yang memusatkan pikiran dan usahanya seta menghabiskan waktunya untuk karier
memang ada. Secara tidak disadari ia akanmenelantarkan anak – anaknya, yakni
mengurangi kebahagiaan anak – anaknya.
Memahami persoalan di atas, maka kesatuan dan
kesamaaan langkah dalam kehidupan berkeluarga, saling komunukasi, bekerjasama
secara aktif, pemilikan rasa kasih saying, serta cinta keluarga adalah
kebutuhan sekali bagi keluarga pada khusulam kehidupan modern sepen masyarakat
pada umumnya.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, tak
jarang keluarga menempuh jalan pintas dan praktis dalam memenuhi kebutuhan
rumah tangganya. Misalnya orangtuanya sering engggan m emberi nasihat secara
langsung kepada anak – anaknya, karna sudah cukup diperoleh dari sekolah,
masyarakat, atau media elektronik, sehingga mereka tidak tahu apa sebenarnya
yng menjadi keluhan anak – anaknya. Bahkan masakpun ibu lebih suka membeli makanan
jadi dari pada memasakkan anak – anak dan suaminya.
Kesemuanya itu perlu kita sadari jika kita mau menghadapi masa depan dengan
harapan kebahagiaan yang lebih sempurna atau yang kita harapkan. Sebab,kita
tidak bias terhanyut begitu saja menghadapi perubahan – perubahan zaman tanpa
pengetahuan yang n cukup terhadap perubahan – perubahan itu sendiri. Apalagi
pola hidup kebarat – baratan semakin menggerogoti keluarga dan menggeser nilai
– nilai peradaban dan etika moral agama.dan bukan tidak mungkin akan
mempengaruhi mitos “Kasih Ibu Sepanjang Jalan” tetapi semoga kita tidak bagi
keluarga kita.
Ada sebuah hadist yang sudah jamak dihafal orang :
bahwa keridhahan Allah itu terletak pada keridhahan orangtua. Tapi benarkah
ajaran ini telah diamalkan oleh masyarakat,terutama generasi muda kita ?
jawabannya, tentu saja tidak. Butir – butir mutiara hadist tersebut, seakan
hanya menjadi lukisan pigora, yang kita pandang di saat jenuh oleh kecapekan
rutinitas kerja sehari – hari.
Padahal, setiap orangtua berkewajiban merawat anak –
anaknya dengan sebaik – baiknya, dengan itu diharapkan timbulnya akhlakul
karimah,sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran atau tuntunan
agama Islam. “sebab anak itu merupakan titipan Allah yang harus dipelihara
dengan baik,”tugas utamanya adalah membentuk sikap mental mereka secara Islami.
Sebuah hadist menyatakan : bahwa setiap anak itu dilahirkan dalam keadaaan
fitrah. Maka kedua orangtuanya yang akan membentuk mereka, apakah menjadi orang
pemeluk agama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal ini menandakan betapa besar
tanggung jawab orangtuaterhadap anak –anaknya dihadapan Allah SWT. Pada hadist
klain juga disebutkan; Al – jannatu tahta aqdamil ummahat,
bahwa surge itu berada di telapak kaki ibu
Penderiataan seorang ibu dalam mengasuh anak –
anaknya, bukanlah pekerjaaan yang ringan. Dia mengandungnya selama 9 bulan,
lantas melahirkan seorang bayi yang masih merah dan masih lemah. Setiap
harinya, pada siang ataupun malam harus menyusuin dengan penuh rasa kasih
saying. Pengorbanan yang demikian ini, dia lakukan tanpa mengeluh, perasaan
sakit maupun putus asa. Dirawatnya sekecil itu dengan perasaan ikhlas.
Barangkali sudah menjadi naluri seorang ibu untuk merawat dan membesarkan anak
– anaknya dengan cara yang sungguh mengagumkan. Oleh karenanya, masih tetap
relavan jika ibu disebut sebagai pendidik utama bagi seorang anak.
Anehnya, masih saja kita dapati anak yang berani
menentang kedua orangtua mereka. Ini terutama terjadi di kota – kota besar. Hal
itu disebabkan oleh pengaruh budaya kotayang semakin tingggi. Ketika anak
memasuki jenjang sekolah, mereka semakin berani menentang perintah kedua
orangtuanya. Dianggap apa yang dikehendaki orang tuanya sudah tidak sesuai
dengan perkembangan zaman yang sudah demokratis dan terbuka. Anak muda zaman
sekarang muda sekali terpengaruh oleh budaya barat. Dalam berbusana saja,
mereka senang memakai celana jeans, memakai baju dengan model you can see,di Mc
Donals makan pizza,bermain internet dan lain sebagainya.
Oleh karna itu, peranan ibu sangatlah penting dan
besar sekali. Jika wanita itu shaliha, tentu akan melaksanakan tuntunan
agamanya. Dan kelak wanita seperti ini jika menjadi seorang ibu, maka
tanggungjawabnya sangatlah besar terhadap pendidikan anak – anaknya.Dan pada
umumnya, anak – anak itu sangatlah dekat dengan ibunya. Setiap perbuatan ibunya
akan menjadi panutan dan dan ditirukan oleh anak – anaknya. “sesungguhnya
sebaik – sebaik perhiasan dunia, adalah perempuan yang shalilha.” Menurut
sebuah hadist.
Pada sisislain, tidak sedikit anak yang jadi brutal
lantaran ibunya selalu sibuk dengan karirnya.Dan hingga kini, keberadaan wanita
karir masih saja jadi dilema.Sebab dengan memilih menjadi wanita karir.Sama
artinyadengan mengurangi waktu pertemuan dengan anak-anaknya.
Dengan kata lain kita membiarkan anak-anak
tidur,makan, kasih saying dari pembantu.Pendidikannya diserahkan kepada guru
privat.Padahal guru privat hanya dating dan mengajar.Selebihnya hanya menunggu
gaji.Dia sama sekali tidak memberikan kasih saying.Anak bergaul dengan bebas
tanpa control dari orang tua, sehingga jadilah ia anak yang pertumbuhan
wataknya serba tak karuan.
Meskipun demikian lanjutnya ada juga anak seorang wanita karir yang sukses di
bidangnya.Sedangkan anak ibu rumah tangga justru tumbuh menjadi anak nakal dan
brutal.Persoalannya sebenarnya terletak dari segi kualitas dan produktivitas
pertemuan.Seorang wanita karir anaknya bisa sukses jika dia memperhatikan segi
ini.Dengan sedikitnya waktu pertemuan, maka isi pertemuan harus berkualitas dan
pengaturan waktu menjadi lebih produktif.
Dan yang paling terpenting, adalah memperhatikan
batasan-batasan seorang karir.Yang mutlak, batasan itu berupa rambu-rambu
agama.Dengan tak meninggalkan kewajiban sebagai istri mau seorang ibu, maka
kondisi rumah tangga akan terjaga keharmonisannya.Jika di kantor dirinya
dihormati karena jabatan misalnya, maka di rumah tidak menuntut hal yang
sama.Sebaba disini dirinya tengah berada di posisi yang berlainan.”Intinya,
segala sesuatu akn selamat, jika kembali pada zaman jika kembali pada agama dan
ridho Allah semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar