BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia hidup dibekali rasa ingin tahu
terhadap segala sesuatu yang dapat di pandang sebagai misteri tentang dunia,
termasuk di dalamnya misteri tentang kehidupan. Misteri tentang kehidupan
inilah yang banyak di angkat ke dalam cerita fiksi, baik fiksi anak maupun
fiksi dewasa. Dengan membaca dan menikmati cerita fiksi, tidak saja anak-anak,
kita memperoleh kenikmatan cerita dan pemenuhan rasa ingin tahu, melainkan juga
secara tidak langsung belajar tentang kehidupan, kehidupan yang sengaja
dikreasi dan didialogkan kepada
anak-anak, kita.
Masa anak-anak adalah masa ingin tahu
tentang segala sesuatu. Minat anak terhadap hal-hal yang belum diketahuinya
sangat tinggi, karena itu anak sering mengajukan pertanyaan tentang segala hal
yang diamatinya. Kelebihan anak-anak adalah tidak pernah “kuwalahan”
apabila diberi informasi sebanyak apapun. Sedangkan kekurangan orang dewasa
adalah sering “kelabakan” dalam menjawab pertanyaan anak. Seorang anak
juga ingin mengetahui apa saja yang dapat dijangkau pikirannya. Anak-anak
bahkan ada yang suka mendengarkan orang dewasa yang sedang berbicara, kadang
mereka juga mencoba ikut terlibat dalam pembicaraan orang dewasa.
Selain butuh informasi anak juga butuh pengakuan, dan
penghargaan. Berbagai keperluan tersebut, terutama keperluan akan informasi,
harus diupayakan untuk dipenuhi agar pengetahuan dan wawasan anak semakin
bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Pemuasan rasa ingin tahu anak dapat
dipenuhi lewat bacaan atau pun dalam bentuk cerita. Adapun contoh bacaan untuk
anak menurut Nurgiantoro (2005:366) yaitu: cerita lucu, berbagai cerita
tradisisonal, cerita fiksi anak, puisi, komik, dan lain-lain sampai dengan bacaan
yang berbicara tentang berbagai informasi faktual, yang biasa diebut dengan
bacaan nonfiksi anak.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Cerita Fiksi Anak?
2. Apa
saja unsur-unsur dalam Cerita Fiksi Anak?
3. Apa
sajakah yang tergolong dalam Cerita Fiksi anak?
4. Apa
yang dimaksud dengan Bacaan Nonfiksi Anak?
5. Apa
sajakah yang tergolong dalam Bacaan Nonfiksi Anak?
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan
hakikat Cerita Fiksi Anak.
2. Menjelaskan
unsur-unsur Cerita Fiksi Anak.
3. Membedakan
macam-macam Cerita Fiksi Anak.
4. Menjelaskan
hakikat Bacaan Nonfiksi Anak.
5. Membedakan
macam-macam Bacaan Nonfiksi Anak.
1.4
Manfaat
1. Memberikan informasi yang terbaru tentang
sastra.
2. Memotivasi
pembaca khususnya Mahasiswa PGSD untuk lebih memahami lebih dalam lagi tentang
kesastraan.
3. Memberikan
inovasi kepada pembaca khususnya Mahasiswa PGSD dalam menulis buku, seperti
cerita fiksi anak ataupun bacaan nonfiksi anak.
4. Pembaca
dapat membedakan hakikat cerita fiksi dengan nonfiksi.
5. Pembaca
dapat membedakan macam-macam cerita fiksi anak dan bacaan nonfiksi.
6. Pembaca
dapat mengenal berbagai macam unsur dalam cerita fiksi anak.
BAB 2
KAJIAN TEORI
1.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005:217)
yang menjelaskan bahwa sebagai sebuah karya sastra, cerita fiksi mesti
menampilkan cerita, dan cerita tentang misteri kehidupan tersebut dapat
dipandang sebagai aspek isi. Artinya, sesuatu yang menjadi isi dan yang ingin
disampaikan kepada pihak lain (pembaca).
2.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005:226),
hakikat fiksi adalah karya imajinatif yang di dalamnya terkandung unsur
penciptaan.
3.
Menurut Burhan Nurgiyantoro dalam blognya yang di
unggah pada tanggal 15 Maret 2012), tema sebuah karya fiksi, ia haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya bagian tertentu dari
cerita.Sebagai sebuah makna pada umumnya, tema tidak dilukiskan,paling tidak
perlukisan yang secara langsung atau khusus. Eksistensi dan atau kehadiran tema
adalah terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita, dan inilah yang menyebabkan
kecilnya kemungkinan pelukisan secara langsung tersebut. (http://rumahterjemah.com/lainnya/teori-fiksi-burhan-nurgiyantoro/)
4.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005:239),
konflik pada hakikatnya merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang dialami
dan atau dirasakan tokoh.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Cerita
Fiksi Anak
3.1.1 Hakikat
Cerita Fiksi Anak
Menurut
Lukens (2003), genre fiksi anak dapat di kelompokkan ke dalam fiksi
realistik (realistic fiction), fiksi
fantasi (fantacy), fiksi formula (formula fiction), fiksi sejarah (historical
fiction), fiksi sainss (scientific fiction) dan fiksi biografis (biographical
fiction). Hakikat fiksi adalah menunjuk pada sebuah cerita yang kebenarannya
tidak menunjuk pada kebenaran sejarah, kebenaran empirik-faktual. Jadi apa yang
di kisahkan dalam teks fiksi adalah segala sesuatu khususnya untuk tokoh dan
peristiwa yang bersifat imajinatif. Walau demikian, campur aduk dan bolak balik
antara penceritaan fakta imajinatif dan
fakta faktual sering saja terjadi. Untuk kategori fiksi dewasa, tiga jenis
fiksi yang di sebut belakangan dikenal dengan sebutan nonfiksi ( nonfiction
fiction ).
3.1.2 Unsur
Cerita Fiksi Anak
Sebuah
teks sastra yang tersaji di hadapan pembaca sebenarnya adalah sebuah kesatuan
dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu dapat di bedakan ke
dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur
intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam,
menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur
fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah tokoh dan penokohan,
alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut
pandang, dan lain-lain. Dalam rangka telaah teks-teks fiksi cerita anak, juga
fiksi dewasa, unsur-unsur intrinsik inilah yang lebih menjadi fokus perhatian.
Unsur
ekstrinsik, di pihak lain adalah unsur yang berada di luar teks fiksi yang
bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap bangun cerita yang di
kisahkan, langsung atau tidak langsung. Hal-hal yang dapat di kategorikan ke
dalam bagian ini misalnya adalah jati diri pengarang yang mempunyai ideologi,
pandangan hidup dan way of life bangsanya, kondisi kehidupan sosial budaya
masyarakat yang di jadikan latar cerita dan lain-lain.
3.1.2.1 Tokoh
Tokoh cerita yang pertama-tama dan
terutama yang menjadi fokus perhatian baik karena pelukisan fisik maupun
karakter yang di sandangnya. Selain itu, baik karena mencerminkan tokoh
realistik maupun tidak, tokoh-tokoh cerita itu pula yang mudah di
identifikasikan sehingga anak akan dengan mudah menemukan hero pada diri tokoh
yang bersangkutan.
a.
Hakikat tokoh
Aspek
nonfiksi, mental, emosional, moral, dan sosial, dalam hubungannya dengan tokoh
cerita fiksi di pandang lebih penting dari pada sekadar aspek fisik. Dalam
realitas kehidupan sehari-hari, berbagai unsur aspek nonfisik lebih menunjukkan
jati diri seseorang, lebih menunjukkan ciri karakter seseorang. Dalam kaitannya
untuk mengenali dan mengidentifikasi
jati diri seseorangpun yang dalam hal ini adalah tokoh cerita pemahaman
aspek-aspek nonfisik itu juga lebih penting untuk diperhatikan.
Di
samping untuk memberikan bacaan yang sangat sehat dan menarik, buku cerita
fiksi anak juga di maksudkan untuk memberikan “pendidikan “ moral tertentu
lewat cerita. Tokoh cerita adalah sarana strategis untuk memberikan tujuan
pendidikan yang di maksud. Keadaan ini sering menjadikan tokoh yang di hadirkan
menjadi kurang wajar karena harus tunduk pada kemauan pengarang untuk tujuan
tersebut. Bagaimanapun, tuntutan hadirnya tokoh cerita yang memenuhi prinsip
kewajaran tetap di perlukan dalam teks cerita fiksi anak: tokoh anak itu
biarkan bertingkah laku sebagaimana
lazimnya anak-anak.
Di
bandingkan dengan fiksi dewasa cerita fiksi anak memang lebih jelas unsur dan
tujuan mendidiknya, namun hal itu tidak harus di artikan bahwa unsur dan tujuan
itu mematikan kewajaran untuk fiksi yang lain terutama unsur tokoh. Artinya,
unsur dan tujuan mendidik itu haruslah secara implisit menjadi bagian cerita
dan unsur fiksi yang memuatnya.
b.
Jenis tokoh
Jenis
tokoh cerita fiksi anak dapat dibedakan ke dalam berbagai macan kategori
tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Misalnya, jika dilihat
berdasarkan realitas sejarah, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh rekaan dan
tokoh sejarah, berdasarkan wujudnya dapat dibedakan ke dalam tokoh manusia,
binatang atau objek lain, berdasarkan kompleksitas karakter dapat dibedakan
kedalam tokoh sederhana dan tokoh bulat , dan lain-lain.
Tokoh rekaan dan tokoh sejarah.
Sesuai dengan namanya yang fiksi, tokoh-tokoh cerita fiksi juga merupakan tokoh
rekaan. Artinya, mereka bukan merupakan tokoh yang secara imajinatif, dalam
arti tokoh yang di ciptakan lewat kekuatan inajinasi pengarang, maka tidak
terlalu berlebihan jika tokoh-tokoh itu disebut sebagai “anak kandung”
pengarang. Sebagai isi empunya cerita dan tokoh cerita, pengarang berhak mengkreasikan
tokoh-tokoh ciptaannya sesuai dengan pandangan hidup, wawasan keindahan dan
ideologinya. Penciptaan toko-tokoh itu diprasyarati oleh pengalaman hidup yang
kaya dan melewati proses perenumgan, penghayatan dan penciptaan. Tokoh sejarah
yang diangkat ke dalam cerita fiksi tidak dapat seratus persen mempertahankan
jati dirinya yang sesungguhnya. Hal itu sepintas seperti bertentangan dengan
hakikat sejarah yang bersifat empirik dan tidak dapat dimanipulasikan. Namun,
kedua hal tersebut, yaitu kutup rekaan dan kutup historis, dapat di padukan
lewat kerja imajinatif dalam bentuk cerita. Penghadiran tokoh cerita khususnya
yang bukan merupakan tokoh utama, akan berdampak memberikan kesan
“sungguh-sungguh terjadi”. Sebaliknya, jika tokoh itu menjadi tokoh utama,
cerita fiksi yang bersangkutan akan menjadi fiksi historis.
Tokoh protagonis dan antagonis.
Sebuah cerita fiksi menjadi menarik dan bahkan mencekam karena terjadi
pertentangan di antara kedua kelompok tokoh yang bersebrangan. Pertentangan
yang lazim terjadi, apalagi dalam cerita anak adalah antara tokoh-tokoh yang
berkarakter baik dan berkarakter jahat. Tokoh yang golongan pertama lazim
disebut sebagai tokoh protagonis (protagonistic character), sedang yang kedua
tokoh antagonis ( antagonistic character). Kedua jenis peran tokoh ini mesti
ada dalam cerita fiksi karena pada tarik-menarik ketegangan antara kebaikan dan
kejahatan itu pula, antara lain, sebuah cerita manjadi menarik, menegangkan,
dan akhirnya memberikan kepuasan lewat katarsis dengan dikalahkannya tokoh yang
berkarakter jahat.
Tokoh putih dan hitam.
Istilah tokoh putih dan tokoh hitam lazimnya dimaksudkan untuk menyebut tokoh
yang berkarakter baik dan buruk. Tokoh protagonis yang adalah tokoh hero yang
dikategorikan sebagai tokoh putih, yaitu tokoh yang berkarakter baik dan
sekaligus membawakan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran. Sebaliknya,
tokoh antagonis yang notabene sebagai tokoh yang berkarakter jahat dan sebagai
pemicu konflik dan pertentangan-pertentangan dikategorikan sebagai tokoh hitam.
Tokoh datar dan tokoh bulat.
Pembagian karakter tokoh cerita ke dalam karakter datar (flat character) dan
bulat (round character) berasal dari forster, yaitu berkaitan dengan kadar
kompleksitas karakter seorang tokoh cerita. Tokoh berkarakter datar adalah
tokoh yang hanya memiliki karakter yang “itu-itu” saja, karakter yang tertentu
dan sudah pasti mirip dengan formula. Tokoh berkarakter bulat adalah tokoh yang
memiliki banyak karakter dan adakalanya bersifat tidak terduga, maka
karakternya pun tidak dapat dirumuskan sebagaimana tokoh datar.
Tokoh statis dan berkembang.
Tokoh statis (static character) dimaksudkan sebagai tokoh yang secara esensial
karakternya tidak mengalami perkembangan. Artinya karakter yang bersifat
konstan. Tokoh yang bersifat statis pada umumnya adalah tokoh yang berkarakter
datar, tidak banyak jatidirinya yang di ungkap. Tokoh berkembang (developing
character) sering juga disebut sebagai tokoh yang dinamis (dynamic character),
di pihak lain, dapat dipahami sebagai tokoh yang mengalami perubahan dan
perkembangan karakter sejalan dengan alur cerita.
c.
Teknik Penghadiran Tokoh
Ada
sejumlah cara penghadiran tokoh, namun secara garis besar dapat di kelompokkan
ke dalam dua macam, yaitu teknik uraian atau narasi pengarang (telling) dan
teknik ragaan (showing). Teknik yang pertama menunjuk pada penertian bahwa
pemunculan karakter tokoh itu secara langsung diceritakan oleh pengarang,
sedang teknik yang kedua menunjuk pada pengertian tokoh dibiarkan tampil
sendiri untuk memperlihatkan karakter jatidirinya seiring dengan perkembangan
alur cerita.
Teknik aksi.
Teknik aksi dimaksudkan sebagai teknik penghadiran tokoh lewat aksi, tindakan,
dan tingkah laku yang ditunjukkan oleh tokoh yang bersangkutan. Aksi, tindakan
dan tingkah laku seseorang anak sekalipun, pada umumnya menunjukkan sikap dan
karakternya. Dengan demikian, pemahaman terhadap berbagai aksi dan tingkah laku
seseorang dapat dipandang sebagai salah satu cara untuk memahami sikap dan
karakter tokoh cerita.
Teknik kata-kata.
Jika teknik tingkah laku menunjukkan karakter tokoh cerita lewat aksi dan
tingkah laku nonverbal, teknik kata-kata dapat dipahami sebagai cara
menunjukkan karakter tokoh lewat tingkah laku verbal, lewat kata-kata yang di
ucapkan. Sama halnya dengan tingkah laku nonverbal, tingkah laku verbal yang
berwujud kata-kata juga mencerminkan karakter tokoh yang bersangkutan.
Kata-kata yang di ucapkan tokoh adalah cermin segala sesuatu yang hidup dalam
pikiran dan perasaan, dan itu artinya adalah sebagian dari jatidirinya.
Teknik penampilan.
Teknik penampilan dapat dipahami sebagai teknik penghadiran tokoh dengan
seluruh kediriannya baik yang terlihat secara fisik maupun sikap dan
perilakunya. Teknik ini menghubungkan antara bentuk tampilan fisik yang antara
lain meliputi bentuk perawakan lengkap dengan ciri khasnya (tinggi-rendah,
besar-kecil, tampan-cantik, gemuk-kurus, dan lain-lain ), tingkah laku
nonverbal (aksi, tindakan, tingkah laku, kebiasaan yang dilakukan, dan lain-lain),
dan kata-kata (wujud kata-kata, nada suara, tempo berbicara dan lain-lain).
Jadi, teknik penampilan ini pada hakikatnya merupakan sesuatu yang dapat
diamati pada seorang tokoh baik yang menyangkut aspek fisik maupun nonfiksi
dalam sekali kesempatan yang secara keseluruhan mencerminkan gambaran tentang
sikap dan karakter seseorang.
Teknik komentar orang lain.
Pemahaman terhadap seseorang tidak hanya sebatas mengamati apa yang dilakukan,
dikatakan, dan atau ditampilkan oleh yang bersangkutan, tetapi secara lebih
lengkap juga dapat dilakukan dengan melihat apa yang dikatakan oleh orang lain
tentangnya. Komentar tokoh lain merupakan salah satu cara yang biasa
dipergunakan untuk melukiskan karakter seorang tokoh baik untuk menunjukkan
sikap dan karakter yang belum di ungkap dengan teknik lain maupun untuk
memperkuat teknik lain yang sudah dipergunakan, baik yang menyangkut sikap dan
karakter yang berkualifikasi positif maupun negatif. Dengan adanya komentar
tokoh-tokoh lain tersebut gambaran jatidiri seorang tokoh menjadi lebih lengkap
dan hal itu akan memudahkan pengimajian dan pemahaman oleh pembaca anak-anak.
Komentar tentang tokoh itu dapat diberikan oleh orang-orang dekatnya, misalnya
sesama tokoh protagonis atau justru oleh orang lain yang menjadi tokoh
antagonis.
Teknik komentar pengarang.
Jika berbagai teknik penghadiran tokoh di atas dilakukan secara ragaan yang
bersifat tidak langsung dan menjadi bagian dari alur cerita, teknik komentar
pengarang merupakan teknik uraian yang bersifat langsung dari kata-kata
pengarang. Artinya, jatidiri seorang tokoh itu sengaja ditunjukkan langsung
oleh si empunya cerita lewat narasi. Hal-hal yang di ucapkan secara langsung
dapat menyangkut sesuatu yang bersifat fisik seperti bentuk perawakan atau
nonfiksi seperti sikap dan tingkah laku. Teknik pelukisan tokoh yang demikian
dapat dilakukan secara singkat dan jelas sehingga tidak mengundang
kesalahpahaman apalagi pembacanya adalah pembaca anak-anak. Namun demikian,
tidak semua jatidiri tokoh diungkapkan secara langsung oleh pengarang karena
jika demikian halnya, cerita akan membosankan dan terkesan menonton.
3.1.2.2 Alur Cerita
Istilah yang biasa digunakan untuk
menyebut alur adalah alur cerita, plot,
atau jalan cerita. Istilah mana yang
akan dipakai terserah kepada tiap orang walau sebenarnya alur lebih dari
sekedar jalan cerita. Namun, fakta yang idak dapat dipungkiri adalah bahwa alur
merupakan salah satu unsur cerita fiksi yang juga menarik untuk dibicarakan
disamping unsur tokoh.
a.
Hakikat Alur Cerita
Dalam
kaitannya dengan sebuah teks cerita, alur berhubungan dengan berbagai hal
seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta
bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur berkaitan dengan masalah bagaimana
peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan sehingga
menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Selain itu, alur juga
mengatur berbagai peristiwa dan tokoh itu tampil dalam urutan yang enak,
menarik, tetapi juga terjaga kelogisan dan kelancaran ceritanya. Dari sini
kemudian muncul sebuah alur yang di pahami sebagai sebuah rangkaian peristiwa
yang terjadi berdasarkan hubungan sebab akibat. Dalam sebuah cerita mesti ada
banyak peristiwa yang di rangkai menjadi
satu kesatuan yang padu. Peristiwa-peristiwa yang di munculkan itu sendiri
tidak boleh terjadi secara incidental yang tidak saling terkait,melainkan mesti
dalam kaitan sebab akibat.jadi, factor sebab akibat itulah yang dipandang
sebagai menggerakan alur cerita. Keterkaitan antar peristiwa dan sebab akibat
itulah yang menyebabkan alur cerita menjadi logis. Hal yang perlu dicatat: anak
pun sudah bisa bersikap kritis, lagipula cerita fiksi juga merupakan salah satu
sarana untuk memupuk perasaan dan fikiran kritis. Dalam sebuah cerita boleh
jadi tokoh cerita lebih menarik untuk dibicarakan daripada alur cerita. Namun,
alur ceritalah yang menghadirkan dan menggerakkan tokoh sehingga mampu tampil
sebagai sesosok pribadi yang menarik dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Tokoh cerita tidak akan hadir dan berkembang tanpa alur cerita yang
menggerakkannya, dan sebaliknya alurpun tidak akan berkembang tanpa tokoh yang
menjadi focus pengembangan. Bedasarkan hal itu pula Lukens (1999:103) memahami
alur sebagai urtan peristiwa sebagaimana ditunjukkan oleh tokoh lewat aksi.
b.
Konflik dalam Pengembangan Alur Cerita
Unsure sensual dalam alur adalah
peristiwa baik yang baik dilakukan dan, ditimpakan kepada tokoh maupun yang
bukan. Berkat peristiwa yang dikisahkan secara
berurutan itu alur cerita berkembang. Namun, berbagai peristiwa yang
dikisahkan itu bukan sekedar peristiwa tanpa ketegangan, tanpa konflik karena
jika demikian halnya cerita psti tidak menarik. Suspense, rasa ingin tahu, dapat dipahami sebagai adnya rasa
ketidak pastian tentang sesuatu yang bakal terjadi yang menyebabkan pembaca
berharap-harap cemas menunggu. Hal inilah antara lain yang mampu mengikat
pembaca cerita fiksi, tidak peduli anak atau dewasa, untuk tidak melepas buku
bacaannya. Konflik dapat muncul karena adanya pertentangan di antara beberapa
pertentangan yang berbeda, namun juga karena konflik pula kemudian memunculkan
pertentangan-pertentangan. Dalam cerita fiksi konflik lazimnya terjadi jika
tokoh protagonist berhadapan dengan tokoh antagonis dan atau kekuatan oposan.
Konflik
seseorang dengan diri sendiri. konflik
dapat terjadi di dalam batin seseorang dengan diri sendiri. Di dalam batin
seseorang baisa tejadi tarik menarik antara beberapa kepentingan yang
bersebrangan yang sama-sama menuntut untuk dipilih. Dalam hal ini boleh
dikatakan seorang tokoh memiliki “dua hati”, hati melawan hati,gagasan melawan
gagasan.
Konflik
seorang dengan orang lain.
Konflik yang terjadi di antara tokok-tokoh cerita dapat digolongkan sebagai
konflik eksternal, konflik antara seseorang dengan orang lain diluar diri
sendiri. Konflik ini lazimnya terjadi antara tokoh protagonist dan
antagois,namun juga dapat terjadi antara
sesama tokoh protagonist dan antagonis. Jika perbedaan antar kawan itu menjadi
principial, salah satu pihak akan berubah fungsi menjadi tokoh antagonis. Dalam
serial Harry potter dan novel Ranggamorfosa Sang Penakluk Istana misanya,
pembaca (anak) tidak akan ragu memilih Harry Potter dan Rangga sebagai hero
yankg luar biasa lewat berbagai penampilan, kemampuan, dan sekaligus karena
fungsinya sebagai pembawa misi pemberantas kejahatan.
Konflik
seseorang dengan masyarakat.
Konflik jenis ini juga tergolong konflik eksternal yang terjadi antara
seseorang dengan sesuatu yang diluar drinya. Istilah masyarakat antara lain
adalah kehidupan social-budaya masyarakat yang memiliki berbagai system dan
konvensi yang berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Pebedaan itulah yag dapat menimbulkan konflik pada diri seseorang. Dibandingkan
dengan orang dewasa sebenarnya anak kurang merasakan adanya konflik dengan
lingkungan masyarakat. Hal itu antara lain disebabkan anak belum mampu memahami
sepenuhnya bahasa symbol, aturan, norma, atau system dan konvensi
kemasyarakatan yang berlaku.
Konflik
seseorang dengan alam. Alam haruslah dipahami dalam
pengertian yang lebih luas yang meliputi berbagai kondisi lingkungan kehidupan
termasuk di dalamnya flora dan fauna. Kondisi alam yang disebut antagonistic
force, yang tingkatan intensitasnya mulai dari sederhana dan keseharian sampai
yang tergolong serius dan dramatic. Namun alam tak selamanya bersahabat dengan
manusia walaupun hal itu sering dilakukan oleh manusia itu sendiri.
c.
Pola Alur cerita
Cerita fiksi hadir untuk menampilkan
cerita, dan alur cerita itu berkembang dari awal hingga akhir. Sepanjang
perkembangan alur tersebut ada banyak aksi dan peristiwa yang dilakukan dan
ditimpahkan kepada tokoh yang ditampilkan secara berurutan dan enak diikuti
hubungan sebab akibatnya.
Awal,
tengah, akhir. Bagaimana model urutan cerita dan
penceritaan yang tersaji, sebuah. Bagaimana awal cerita dimaksudkan sebagai awal dimulainya sebuah cerita yang
pada umumnya berisi pengenalan tokoh dan latar serta mulai pemunculan konflik. Bagian tengah cerita dimaksudkan
sebagai tahap tempat alur cerita sudah berjalan,konflik sudah berkembang dan akhirnya
mencapai klimaks. Bagian akhir sebagai
akhir alur cerita yang pada umumnya berupa penyelesaian cerita. Bagian awal, tengah dan akhir cerita
tersebut juga sering disebut sebagai tahap perkenalan, pertikaian, dan
penyelesaian.
Kronologis
versus sorot-balik. Pola alur dapat bersifat
kronologis,sorot balik, atau gabungan keduanya. Pola alur kronologis
(progresif, maju) dimaksudkan sekuensi kejayaannya. Pola alur sorot balik, di
pihak lain, dimaksudkan sebagai sekuensi penyajian peristiwa yang dikisahkan
itu tidak harus urut berdasarkan waktu kejadiannya. Namun, sebagai sebuah
cerita fiksi anak, pola alur sorot balik masih berada dalam status toleransi.
Konflik
dan klimaks. Jika pola alur yang berupa kronologis
dan sorot balik dilihat berdasarkan sekuensi peristiwa, aspek konflik dan
klimaks dalam alur dilihat berdasarkan subtansi peristiwa yang dikisahkan.
Peristiwa yang berkembang berdasarkan hubungan sebab akibat dan logika
merupakan aspek subtansial alur, dan aspek inilah yang dikisahkan dengan pola
urutan tertentu. Walau demikian ada
perbedaan intensitas konflik dalam berbagai subgenre cerita fiksi anak. Pada
cerita fiksi realis konflik yang terjadi antar tokoh pada umumnya masih sebatas
pertentangan kecil-kecilan karena posisi
tokoh yang berfungsi sebagai protagonis
dan antagonis itu tidak jarang kabur.
Suspense
dan surprise. Suspense
dapat dipahami sebagai rasa ingin tahu yang dirasakan oleh pembaca tentang
kelanjutan cerita. Surprise dipihak lain, dapat dipahami sebagai adanya unsure
kejutan yang dialami oleh seorang pembaca ketika menikmati alur cerita.
Kesatupaduan. Sebuah cerita fiksi
pastilah mengahdirkan peristiwa yang relative cukup banyak, dan itu semua
tergantung pada panjang cerita atau ketebalan buku. Namun peristiwa dan konflik
yang dihadirkan harus berkaitan satu dengan yang lain sehingga cerita tersebut
menampilkan sesuatu yang mempunyai ciri kesatupaduan (unity).
3.1.2.3 Latar
Sebauh cerita fiksi yang hadir dengan
menampilkan tokoh dan alur memerlukan tokoh dan alur memerlukan kejelasan tempat dimana cerita itu
terjadi, kapan waktu kejadiannya, dan latar belakang kehidupan social-budaya
masyarakat tempat para tokoh tempat berinteraksi dengan sesama. Tanpa kejelasan
hal-hal tersebut cerita yang dihadirkan rasanya kurang realistic, tidak
berpijak di bumi, yang kesemuanya berakibat kurang dipahami cerita fiksi yang
ditampilkan. Menurut Lukens (2003:147) dalam fiksi dewasa latar dapat terjadi
dimana saja termasuk didalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak
membutuhkan deskripsi tentang latar. Namun, tidak halnya dengan dengan cerita
fiksi anak.dalam cerita fiksi anak hampir semua peristiwa yang dikisahkan
membutuhkan kejelasan tempat dan waktu kejadiannya, dan karenanya membutuhkan
deskripsi latar secara lebih detil.
a.
Hakikat Latar
Latar (setting) dapat dipahami sebagai
landas tumpu berlangsung berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam
cerita fiksi. Latar menunjukkan pada tempat, yaitu lokasi dimana cerita itu
terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi, dan lingkungan social-budaya, keadaan
kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi. Latar yang dapat
diindera, dapat dilihat keberadaannya, seperti latar tempat yang berupa gedung
sekolah, rumah tempat tinggal, jalan, tanah lapang atau halaman sekolah tempat
bermain bola, lazimnya disebut sebagai latar fisik (physical setting). Dalam
cerita fiksi anak latar fisik lebih dirasakan kehadirannya oleh anak, dan
karenanya ia dapat dianggap menjadi lebih penting daripada latar spiritual.
b.
Unsur Latar
Sebagaimana dikemukakan diatas latar
terdiri dari tiga unsur, yaitu tempat,
waktu, dan lingkungan social budaya. Ehadiran ketiga unsur tersebut saling
mengait, saling mempengaruhi, dan tidak sendiri-sendiri walau secara teoretis
memang dapat dipisahkan dan diidentifikasi secara terpisah. Ketepatan deskripsi
latar tempat mesti dalam kaitannya dengan waktu karena latar tempat akan
berubah sejalan dengan perkembangan waktu.
Latar
tempat. Latar tempat menunjuk pada penertian tempat dimana
cerita yang dikisahkan itu terjadi. Pengertian tempat, bisa dimana saja,
seperti di rumah peyot, gedung sekolah, gedung megah dll tergantung pada
tuntutan alur cerita.
Latar
waktu.
Latar waktu dapat dipahami sebagai kapan berlangsungnya berbagai peristiwa yang
dikisahkan dalam cerita fiksi. Dalam banyak kasus masalah waktulazimnya
dikaitkan dengan waktu kejadian yang da di dunia nyata,waktu factual, waktu
yang mempunyai referensi sejarah. Namun demikian, dibandingkan dengan latar
tempat, masalah referensi waktu tersebut dalam cerita fiksi anak kurang
ditekankan. Hal itu dapat dipahami karena latar tempat memberikan pijakan
terjadinya peristiwa yang secara konkret dapat diimajinasikan.
Latar
social-budaya. Latar soaila budaya dalam cerita fiksi
dapat dipahami sebagai keadaan kehidupan social-budaya masyarakat yang dianggat
ke dalam cerita itu. Cerita fiksi tidak hanya membutuhkan latar tempat dan
waktu, tetapi juga di masyarakat tempat cerita itu diangkat. Cerita fiksi
berkisah tentang manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan, maka latar belakang
social-budaya masyarakat yang diangkat menjadi setting cerita mesti ikut
terbawa ke dalamnya.
c.
Fungsi Latar
Kehadiran unsur latar dalam sebuah
ceritafiksi tidak semata-mata hanya
berfungsi untuk menjadi landas tumpu cerita, tetapi juga mengemban sejumlah
fungsi yang lain. Namun, inensitas pemfungsian latar bervariasi di antara
cerita fiksi yang kesemuanya tergantung pada niatan penuisnya.
Latar
fungsional. Latar fungsional dalam cerita fiksi
ditandai oleh eratnya keterkaitan antara unsur latar dengan berbagai unsur fiksi yang lain terutama tokoh dan alur
cerita. Latar yang bersifat fungsional, baik yang menyangkut unsur tempat,
waktu, maupun social-budaya, berpengaruh
langsung terhadap pengembangan karakter tokoh dan alur cerita. Kehadian latar
tersebut amat penting dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, dan tidak
dapat digantikan oleh latar lain tanpa mempengaruhi karakter dan alur cerita.
Karakteristik latar yang demikian inilah
yang oleh Lukens (2003:148-151) disebut sebagai latar integral (integral setting), sedang yang berkarakteistik
sebaliknya, yaituyang kehadirannya kurang terkait dengan unsur fiksi yang lain
dan kurang dipentingkan disebut latar belakang
(backdrop).
Latar integral juga ditandai oleh
deskripsi latar tempat secara lebih rinci dank has, dan pada fiksi realisme
yang berangkat dari tempat-tempat tertentu yang dikenal di dunia nyata
diperkuat oleh cirri khas yang ada di suatu tempat. Latar yang hanya
berfungsi sebagai latar belakang (backdrop),
di pihak lain, hadir semata-mata karena tokoh dan alur cerita membutuhkan ladas
tumpu. Namun, latar tersebut tidak banyak berperan dalam pengembangan karakter
tokoh dan alurcerita yang dikisahkan.
Latar
sebagai pemerjelas konflik. Latar fungsional terkait langsung
dengan unsur fiksi yang lain terutama tokoh dan alur cerita, dan pada fiksi
yang demikian pemahaman latar merupakan hal yang esensial untuk memahami tokoh
dan alur. Dengan demikian, latar sekaligus berfungsi sebagai pemerjelas esensi
konflik yang dibangun lewat alur cerita. Hal itu disebabkan, secara langsung
ataupun ntidak langsung, aspek-aspek latar, tempat, waktu, atau social budaya
baik secra sendiri maupun bersama, berperan dalam pengembangan konflik.
Latar
sebagai antagonis. Latar yang berfungsi sebagai pemerjelas
konflik, dalam kadar yang semakin intensif, dapat berubah menjadi kekuatan
antagonis yang menyulut dan meningkatkan konflik yang dialami tokoh. Latar
seolah-olah menjadi musuh tokoh, atau paling tidak latar dirasakan sebagai
sesuatu yang tidak bersahabat yang pada giliran selanjutnya dapat memunculkan
konflik-konflik baru.
Latar
sebagai pemerjelas tokoh. Perkembangan karakter tokoh
dipengaruhi atau bahkan dibentuk oleh latar yang melingkupinya. Hal itu
sekaligus juga berarti bahwa karakter seorang tokoh dapat dipahami lewat dan
sekaligus diperjelas oleh kondisi latar yang membesarkannya. Orang hidup dalam
sebuah komunitas yang telah memiliki system nilai dan budaya yang mengatur perilaku
anggotanya dalam bersikap dan berperilaku sehingga amat logis jika orang
itu bersikap dan berkarakter yang mencerminkan norma-norma komunitasnya
tersebut.
Latar
sebagai symbol. Latar sebagai symbol (metafora)
menunjukkan bahwa unsur latar sekaligus menggambarkan sesuatu yang lain yang
lazimnya adalah keadaan atau jatidiri tokoh. Latar yang berfungsi sebagai
pemerjelas jatidiri tokoh haruslah dopahami tidak harus berupa deskripsi latar
secara langsung, melainkan juga secara tidak langsung lewat symbol-simbol,
lewat deskripsi metaforis. Namun demikian, sebagai novel dengan pembaca anak
fungsi latar sebagai symbol itu mestilah masih mudah dikenali oleh anak
sekalipun.
3.1.2.4 Tema
Jika memilih buku bacaan sastra anak,
yang sering terlintas difikiran adalah pertanyan-pertanyaan seperti: buku yang
bercerita tentang apa, apakah ceritanya bagus atau tidak, buku cerita itu ingin
berbicara tentang apa, atau apa yang ingin disampaikan lewat crita itu, dll.
Pertanyaan tersebut berkaitan dengan isi cerita, dengan gagasan-gagasan yang
ingin diungkapkan lewat, atau secara umum berkaitan dengan cerita.
Hakikat
tema. secara
sederhana tema dapat dpahami sebagai gagasan yang mengikat cerita
(Lukens,2003:129), mengikat berbagai unsur intrinsic yang membangun cerita
sehingga tampil sebagai satu kesatupaduan yang harmonis. Jadi, dalam kaitan ini
tema merupakan dasar pengembangan sebuah cerita. Pemahaman terhadap tema suau
cerita fiksi adalah pemahaman terhadap makna cerita itu sendiri. Tema sebuah
cerita fiksi merupakan gagasan utama dan atau makna utama cerita. Tema itu
sendiri lazimnya berkaitan dengan berbagai permasalahan kehidupan manusia
karena sastra berbicara tentang berbagai aspek masalah kemanusiaan: hubungan
manusia dengan tuhannya, manusia dengan diri sendiri, manusia dengan sesama,
dan manusia dengan lingkungan alam.
Penemuan
tema. Penemuan tema dalam sebuah cerita kadang-kadang
tidak semudah yang dibayangkan. Hal itu disebabkan adakalanya tema diungkapkan
secara ekspilit lewat pernyataan (kalimat) yang mudah dikenali, dan adakalanya
pula hanya diungkapkan secara implisit lewat keseluruhan cerita. Namun, tema
yang diungkapkan secara eksplisit sekalipun juga perlu ditemukan lewat
pembacaan dan pemahaman cerita secara keseluruhan. Tema memiliki kaitan yang
erat dengan tokoh dan alur. Kedua unsur fakta crita inilah yang paling lazim
“ditugasi” sebagai pembawa tema. Jika dalam cerita terdapat tokoh protagonist
da antagonis yang jelas konfliknya, misalnya pada fiksi fantasi, pada konflik
itulah lazimnya tema diungkapkan.
Tema
mayor dan minor. Cerita
fiksi hadir untuk menyamaikan sesuatu, makna atau tema. Tema itulah yang
menjiwai
keseluruhan cerita. Namun, persoalan yang kemudian muncul adalah sering ada
lebih dari satu tema dalam sebuah cerita fiksi. Hal ini terjadi jika cerita
yang dibaca relatif panjang, misalnya cerita fiksi anak yang berwujud novel.
Fungsi didaktik. Salah
satu hal dominan di dalam sastra, dalam bacaan fiksi anak adalah dominannya
unsur dan fungsi pendidikan. Lewat buku sastra yang sengaja dikreasikan untuk
bacaan anak diharapkan pembaca anak-anak memperoleh sesuatu yang baik bagi
perkembangan kejiwaannya. Buku- cerita fiksi lazimnya sengaja difungsikan
sebagai salah satu bacaan anak yang memberikan pendidikan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Lewat tokoh dan
alur cerita yag menarik dan menegangkan, seorang anak akan memperoleh sesuatu
yang berharga tanpa harus disadari olehnya. Salah stu kriteria pemilihan buku
bacaan sastra fiksi anak yang lazim menjadi pertimbangan utama dan pertama
adalah adanya unsur didaktis, tema-tema didaktif. Namun, sesuatu yang mendidik
tidak harus disampaikan dengan cara-cara yang menggurui. Prinsip tidak
menggurui adalah suatu hal yang mesti menjadi karakteristik bacaan sastra. Buku
bacaan satra bukanlah buku ajaran tentang moral walau di dalamnya terkandung
ajaran moral. Artinya, dalam buku bacaan satra sah-sah saja jika terdapat moral
atau tema-tema yang bersifat didaktis, tetapi cara penyampaiannya tidak dengan
cara-cara menggurui. Biarkan anak menikmati cerita itu, maka secara tidak
langsung anak juga terbantu untuk memahami berbagai persoalan kehidupan yang
diangkat menjadi tema dan biarkan anak mencari jati dirinya.
3.1.2.5 Moral
Moral adalah sesuatu yang ingin disampaikan
kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang
berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik. Moral berurusan
dengan masalah baik dan buruk, namun istilah moral itu selalu dikonotasikan
dengan hal-hal yang baik.
Secara umum moral menyarankan pada pengertian tentang
baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan
hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Sebuah karya fiksi ditulis
oleh pengarang untuk antara lain menawarkan model kehidupan yang diidealkannya.
Karya sastra fiksi senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan
sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Kehadiran unsur moral dalam sebuah cerita
fiksi, apalagi fiksi anak, tentulah merupakan sesuatu yang mesti ada karena kehadiran
moral dalam cerita fiksi dapat dipandang sebagai semacam saran terhadap
perilaku moral tertentu yang bersifat praktis, tetapi bukan resep atau petunjuk
bertingkah laku.
Macam moral cerita fiksi dapat bermacam-macam
dan berbagai jenisnya, tergantung dari sudut pandang mana itu semua dilihat.
Moral dapat diklompokkan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri
sendiri, hubungan manusia dengan sesama, hubungan manusia dengan lingkungan
alam, hubungan manusia dengan Tuhan.
Teknik
penyampaian moral dapat bersifat eksplisit dan implisit, penyampaian langsung
atau tidak langsung, secara terang-terangan atau terselubung. Teknik
penyampaian yang pertama bersifat menggurui karena identik dengan cara
pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository.
Sedangkan yang kedua membiarkan pembaca anak untuk memahami dan menemukannya
sendiri karena pesan yang tersampaikan hanya tersirat dalam cerita.
3.1.2.6 Sudut Pandang
Sudut pandang dapat dipahami sebagai cara
sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang pada hakikatnya adalah sebuah cara,
strategi, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan
cerita dan gagasannya. Secara lebih konkret dan spesifik sudut pandang adalah
siapa yang melihat, siapa yang berbicara, atau dari kacamata siapa sesuatu itu
dibicarakan.
Sudut pandang dianggap sebagai salah satu
unsure fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita, mau
tak mau ia harus telah memutuskan memilih sudut pandang tertentu. Ia harus
mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh
seorang tokohnya, atau oleh seorang narrator yang diluar cerita itu sendiri.
Sudut pandang mempunyai hubungan psikologis dengan pembaca. Pembaca membutuhkan
persepsi yang jelas tentang sudut pandang cerita. Jika pengarang ingin
menceritakan berbagai peristiwa fisik, aksi, bersifat luaran dan dapat
diindera, namun juga batin yang berupa jalan pikiran dan perasaan beberapa
tokoh sekaligus dalam sebuah novel, hal itu kiranya akan lebih sesuai jika
dipergunakan sudut pandang orang ketiga, khususnya yang bersifat mahatau.
Macam sudut pandang (Points Of View) dibedakan
berdasarkan bentuk persona yang mengisahkan cerita. Berdasarkan bentuk persona
itu kemudian dibedakan menjadi dua sudut pandang, yaitu sudut pandang persona
pertama dan persona ketiga.
Sudut pandang
persona pertama menampilkan kisah dengan tokoh “aku” sebagai pusat pengisahan. Cerita
disampaikan oleh aku/saya.
1) Jika si tokoh tersebut adalah tokoh utama, maka sudut pandangnya
adalah orang pertama protagonis
2) Jika
si tokoh tersebut adalah bukan tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah orang pertama pengamat (observer).
Sudut pandang persona ketiga menampilkan kisah dengan tokoh dia
sebagai pusat pengisahan. Cerita disampaikan bukan oleh tokoh yang ada dalam
cerita tetapi oleh penulis yang berada di luar cerita. Tokoh cerita disebut
sebagai dia/ia.
1) jika
narator cerita menyampaikan pemikiran tokoh, maka sudut pandang cerita adalah
third person omniscient/all.
knowing
narrator (orang ketiga yang tahu segalanya).
2) jika
narator hanya menceritakan/memberikan informasi sebatas yang bisa dilihat atau didengar
(tidak mengungkapkan pemikiran), maka sudut pandang cerita adalah third person
dramatic narrator.
3.1.2.7 Stile dan Nada
Stile dan nada merupakan dua hal yang terkait
erat. Stile berkaitan dengan masalah pilihan berbagai aspek kebahasaan yang
digunakan dalam sebuah teks kesastraan, dengan kata lain stile adalah cara pengucapan bahasa
atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Sedangkan
nada adalah sesuatu yang terbangkitkan oleh pemilihan berbgai bentuk komponen
stile tersebut. Dalam pengertian luas, nada diartikan sebagai pendirian atau
sikap yang diambil pengarang terhadap pembaca dan masalah yang dikemukakan.
Dalam sebuah karya fiksinya, pengarang mengekspresikan sikap, baik terhadap
masalah maupun pembaca, pembaca pun dapat memberikan reaksi yang sama.
Stile pada hakikatnya adalah cara
pengekspresian jati diri seseorang, karena tiap orang akan mempunyai cara-cara
tersendiri yang berbeda dengan orang lain. Dalam hal ini stile dapat disamakan
dengan cara seseorang berpakaian yang berbeda-beda selera dari masing-masing
orang. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan yang meliputi aspek
bunyi, lesikal, struktur gramatikal dan penggunaan berbagai sarana retorikal
yang memperindah penuturan seperti pemajasan (figures of thought), penyiasatan struktur (figures of speech) dan penctraan (imagery). Selain itu, aspek ejaan (grafologi) dan lafal juga
menjadi bagian dari stile. Jadi, stile tidak lain adalah seluruh tampilan
kebahasaan yang secara langsung
dipergunakan dalam teks-teks sastra. Secara sederhana, wujud pengungkapan
kebahasaan dalam setiap teks dapat dibedakan ke dalam dua hal, taitu apa yang
ingin diungkapkan dan bagaimana cara mengungkapkan. Stile dapat disiasati,
dimanipulasi dan didayagunakan sedemikian rupa lewat kreativitas bahasa
sehingga stile tampil sebagai sebuah bentuk yang indah, mempesona dan
mengesankan.
Nada dapat dipahami sebagai sikap, pendirian
atau perasaan pengarang terhadap masalah yang dikemukakan dan terhadap pembaca.
Lewat nada yang terbangkitkan dalam cerita, pengarang ingin mempengaruhi
pembaca untuk memberikan sikap sebagaimana yang diberikan secara implisit dalam
cerita. Nada menjadi bagian dan tersembunyi dalam cerita. Jadi, untuk menemukan
nada tidak semata-mata hanya terasakan, untuk menemukannya diperlukan
kesadaran. Nada yang ditemukan dalam cerita fiksi bermacam-macam, misalnya nada
humor, bersahabat, akrab, ramah, lembut, menggurui, benci, sinis, ironis,
parodial, simpati, empati, dan lain-lain. Lewat nada-nada inilah ajaran moral
yang ingin disampaikan lebih efektif. Dalam cerita fiksi dapat ditemukan lebih
dari satu nada. Salah satu nada yang penting dalam sastra anak adalah nada
humor. Nada humor dapat dibangun lewat karakter tokoh, alur, dan didukung oleh
situasi tertentu dengan mempergunakan kata-kata tepat yang kesemuanya dapat
memancing anak anak untuk tertawa. Salah satutujuan dari penulisan sastra anak
adalah memberikan kepuasan. Jadi, tawa anak merupakan wujud pelepasan emosi dan
paertanda kepuasan dari pembaca.
3.1.2.8 Lain-lain : Judul
Judul adalah kepala tulisan atau lukisan
singkat dari sebuah cerita. Judul merupakan sesuatu yang pertama kali dibaca
dan dikenali pembaca. Selain itu, judul harus terkait dengan unsur fiksi yang
lain, misalnya keterkaitan antara judul dengan isi cerita. Jadi, dengan
memahami judul cerita fiksi, maka akan mempermudah pembaca dalam memahami
cerita fiksi secara keseluruhan.
Banyak cerita fiksi anak yang diberi
judul dengan tema cerita, makna cerita, tokoh utamaatau gabungan tokoh utama
dengan tema. Judul cerita juga sering berupa penunjukan latar tempat dan
benda-benda tertentu yang semuanya berhubungan dengan isi cerita.
3.1.3 Macam Cerita Fiksi Anak
Cerita
fiksi anak dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori berdasarkan dari mana
dilihat. Jika dilihat berdasarkan panjang pendeknya cerita yang dikisahkan,
cerita fiksi anak dibedakan menjadi dua, yaitu novel dan cerita pendek
(cerpen). Jika dilihat berdasarkan isi ceritanya, cerita fiksi anak dibedakan
menjadi lima, yaitu fiksi realistik, fiksi fantasi, fiksi formula, fiksi
historis dan fiksi biografis.
3.1.3.1 Novel
dan Cerpen
Cerita fiksi anak dapat berbentuk novel
dan cerpen. Berbeda halnya dengan novel yang terbit sendiri dalam sebuah buku, cerpen
umumnya dimuat dalam berbagai majalah dan surat kabar harian seperti Bobo dan
kompas minggu. Walau demikian, cerpen dalam majalah Bobo kemudian dikumpulkan
dan telah diterbitkan menjadi sebuah buku, mirip majalah, dengan nama kumpulan
Dongeng Bobo dalam seri-seri tertentu. Hal itu sengaja dikemukakan untuk
menunjukkan betapa tidak sulitnya menemukan bacaan cerita fiksi anak baik yang
berbentuk novel maupun cerpen, di samping berbagai genre sastra anak yang lain.
Sebagai sama-sama karya yang bergenre
fiksi,novel dan cerpen memiliki persamaan dan perbedaan. Novel dan cerpen
memiliki kesamaan yaitu untuk menanpilkan cerita, dan itu suatu fakta yang
tidak dapat dimungkiri. Dengan demikian, persamaan keduanya yang utama adalah
bahwa mereka sama-sama dibangun oleh berbagai unsur intrinsik yang sama, misalnya
unsur penokohan, alur, latar, tema, moral, hal itu berlaku baik untuk novel
maupun cerpen. Namun perbedaan anatara keduanya juga dapat dicari pada
“pengoprasian” unsur-unsur intrinsik tersebut pada teks yang kemudian disebut
novel dan cerpen. Perbedaan yang sederhana yang paling mudah dikenali antara
novel dan cerpen adalah yang menyangkut panjang cerita, panjang halaman-halaman
yang memuat cerita dan terdiri dari beberapa halaman.
Dalam
sastra anak pun terdapat banyak novel dan cerpen, dan keduannya juga perlu
mendapat perhatian yang seimbang. Novel dan cerpen anak itupun bermacam-macam
jenis maka dari itu bagi pembaca anak yang dibutuhkan adalah bacaan berbagai
fiksi yang baik, tidak peuli berupa novel atau cerpen atau genre yang lain.
3.1.3.2 Fiksi
Realistik
Banyak bacaan cerita fiksi yang berkisah
tentang pertemanan anak-anak sekolah sebaya, usaha dan kerja keras anak miskin,
anak-anak miskin membantu orang tua, kehidupan harmonis sebuah keluarga, pertengkaran
anak-anak, binatang peliharaanya. Model kehidupan seperti itu, dapat dijumpai
secara nyata oleh anak dalam kehidupan sehari-hari. Cerita fiksi yang
mengangkat hal-hal tersebut dikenal sebagai fiksi realistik.
Dan ada pendapat lain bahwa cerita fiksi
realistik adalah sebuah metafora dan sekaligus model kehidupan yang ditawarkan
oleh pengarang.sebagai sebuah model, ia dapat mengangkat sesuatu yang baik atau
sebaliknya sebagai halnya problematika kehidupan masyarakat yang
bermacam-macam.berhadapan dengan cerita fiksi realistik pada hakikatnya
berhadapan dengan sebuah kehidupan yang memiliki kemiripan dengan kehidupan
nyata sehingga melaluinya anak dapat memaknai dan mengambilnya sebagai filter
bagi kehidupannya sendiri
Daya tarik fiksi realistik dan
manfaat.sebuah cerita fiksi realistik mempunyai daya tarik tersendiri bagi
pembaca.dan disini ada beberapa kemanfaatan bagi pembaca anak yaitu sebagai
berikut.
a.
Anak dapat belajar tentang tingkah laku
manusia dan bagaimana orang saling berhubungan.
b.
Anak dapat tertawa bersama orang lain
dibuku cerita dan belajar untuk menertawakan diri sendiri.
c.
Anak dapat memperoleh dan belajar
berbgai pengalaman dari orang lain tanpa harus mengalaminya sendiri yang
kemudian dapat dimanfaatkan untuk mengambil sikap dalam kehidupannya.
d.
Anak dapat berperan serta dan belajar
berbagai peristiwa dan aktivitaas dan harus melakukannya sendiri, misalnya
berpetualang, mendaki gunung, berolah raga dan lain-lain.
Macam fiksi realistik.
cerita fiksi realistiik cukup banyak macamnya, misalnya:
a.
Cerita petualangan menggangkat berbagai
kisah petualngan anak sperti mendaki gunung, mengikuti aliran sungai, pergi ke
tempat-tempat tertentu, dan lain-lain.
b.
Cerita keluarga dipihak lain, dimaksudkan
sebagai cerita yang mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari ditengah keluarga.
c.
Cerita binatang, yang ini mirip dengan
fabel modern, dimaksudkan sebagai cerita yang mengakat anak (juga dewasa) dan
binatang, misalnya anak-anak dengan binatang peliharaannya seperti burung, kucing,
ayam. Jika mengangkat kehidupan anak desa,ia dapat berwujud kehidupan anak
petani, termasuk orang tuanya, yang memelihara kambing, sapi, ayam dan
sebagainya anak memerlakukan binatang-binatang itu.
d.
Cerita sekolah dimaksudkan sebagai
cerita yang mengangkat kehidupan anak-anak disekolah, misalnya bagaimanah anak
berinteraksi dengan para guru, pegawai, kawan-kawan, penjual makanan dan
lain-lain.
3.1.3.3 Fiksi Fantasi
Diantara berbagai jenis
cerita fiksi sering ada yang begitu menarik danmenampilkan sesuatu yang
fantastis. Artinya, cerita yang dikisahkan amat menarik dengan tokoh-tokoh yang
mampu melakukan sesuatu yang berada diluar jangkauan manusia biasa, bahkan juga
tidak jarang muncul tokoh-tokoh lain yang bukan manusia yang dapat berinteraksi
dengan tokoh manusia secara wajar, dan lain-lain yang serba luar biasa.
Latar kejadiannya pun
tidak hanya ditempat-tempat biasa seperti
di rumah, di halaman, atau di jalan. tapi anehnya sebagai pembaca kita dapat
menerima kesemuanya itu secara wajar-wajar saja dan tidak mempertanyakan
kebenarannya.
Jadi, dalam sebuah
cerita fantasi pun ada bagian-bagian tertentu yang sebenarnya masuk akal, logis,
halnya saja hal-hal itu kemudian dicampur adukkan dengan sesuatu yang tidak
masuk akal. Namun demikian, secara keseluruhan pengembangan alur cerita tetap
saja tunduk pada hukum sebab-akibat, tundu pada ‘the law of the plot”yang berlaku dalam penulisabn cerita
konvensional. Hal itulah yang menyebabkan cerita fiksi fantasi juga menjadikuat
dan meyakinkan karena dapat dipertanggung jawabkan secara intrinsik.
3.1.3.4 Fiksi Historis
Diantara sekian banyak
cerita fiksi anak, ada yang berkisah tentang tokoh dan peristiwa masa lalu yang
kebenerannya dapat dikemukakan secara nyata. Cerita itu mungkin berkisah
tentang Majapahit, Hayamwuruk, Mahapatih, Gajah Mada dan lain-lainya yang
sumber datanya historis. Namun demikian, hal-hal yang dikisahkan itu bukan
semata-mata tokoh dan peristiwa sejarah, melainkan ada banyak juga
peristiwa-peristiwa yang ditambahkan lewat imajinasi. Lagi pula, siapa yang
dapat menjamin bahwa semua hal yang dikisahkan itu benar-benar ada secara
historis, bahkan untuk karya sejarah sekalipun. Cerita fiksi yang menggabungkan
antara sesuatu yang bersifat faktual masa lalu dan imajinasi itu kenudian
disebut sebagai fiksi historis.
Hakikat
fiksi historis. fiksi historis merupakan sebuah cerita
yang mengambil bahan dari suatu periose yang lebih awal dengan penekanan pada
peristiwa-peristiwa yang luar biasa yang bersifat historis. jadi kata kunci
untuk sebuah fiksi historis mesti berkisah tentang masa lalu,dan itu lazimnya
dilakukan terhadap peristiwa-peristiwa besar yang monumental lengkap dengan
para tokoh pelaku sejarahnya. Cerita fiksi historis adalah peristiwa dan tokoh
yang sama-sama dikenal dalam sejarah.
Macam
fiksi historis. fiksi historis dapat dibedakan ke
dalam beberapa jenis tergantung dari sudut pandang apa pembedaan itu dilakukan.
Pembedaan itu dilakukan berdasarkan kronologi waktu sejarah mulai dari periode
prasejarah hingga periode-periode selanjutnya berdasarkan kriteria
tertentu.selain itu,ia dapat dibedakan berdasarkan tema-tema yang diangkat
seperti tema perjuangan, peprangan, penemuan dan tema-tema kemasyarakatan yang
lain. Adanya sudut pandang pembedaan itu dapat menyebabkan sebuah cerita fiksi
historis dapat dikatagorikan ke dalam lebih dari satu jenis.
3.2 Bacaan Nonfiksi Anak
3.2.1 Hakikat
Bacaan Non Fiksi Anak
Cerita fiksi dan nonfiksi dapat
sama-sama menampilkan sisi-sisi kemenariakan dan kekuatannya sendiri karena
karakteristiknya berbeda. Jika dalam cerita fiksi unsur suspense dan bagaimana
ia dibangun merupakan sesuatu yang penting, dalam nonfiksi ia justru tidak
terlalu penting karena yang di pentingkan kini adalah bagaimana fakta-fakta itu
disampaikan. Jika dalam cerita fiksi bagaimana karaktertokoh dan bagaimana ia
dikembangkan merupakan sesuatu yang esensial, dalam nonfiksi yang dipentingkan
adalah penemuan bentuk hubungan dan penerapan konsep dalam masyarakat dalam
dalam dunia alamiah seperti dalam dunia binatang. Namun, dalam menulis karya
nonfiksi engarang juga bisa saja mempergunakan cara-cara narasi sebagaimana
dalam cerita fiksi, misalnya dengan memakai bentuk-bentuk persona tertentu
sehingga dapat menarik pembaca anak lebih hebat secara emosional (Burhan,
Nurgiantoro, 2005:367).
Teks non fiksi dapat dikategorikan dalam
teks kesastraan sastra anak sebab sastra anak tidak hanya dibatasi pada teks
kreatif-imajinatif melainkan sastra juga berdasarkan cerita yang menekankan
pentingnya aspek fakta faktual-historis seperti halnya bacaan non fiksi anak.
Teks-teks nonfiksi yang ditulis dengan
cara-cara yang indah, yang memperhitungkan capaian efek keasrikan kepuasan
emosional dan intelektual sekaligus. Pemenuhan kepuasan aspek emosional dan
intelektual adalah suatu hal yang mesti diperoleh jika seseorang membaca
teks-teks kesastraan. Dengan demikian, selain memperoleh pemahaman yang lebih
baik tentang sesuatu yang disampaikan lewat bacaan tersebut, pembaca (anak)
akan memperoleh kesenangan sebagai salah satu manifestasi fungsi sastra yang
bertujuan memberikan hiburan. Melalui bacaan nonfiksi kita akn memperoleh
kenikmatan estetis tersendiri, dalam hal ini berarti dengan membaca cerita
nonfiksi kita mendapatkan kesenangan dan kepuasan yang berupa perolehan
informasi konseptual dan falta yang dibutuhkan.
Menurut lukens (2003:278) dalam
Nurgiantoro (2005:368) menjelaskan bahwa penullisan nonfiksi, yang pertama-tama
mesti diperhatikan adalh aspek fakta dan atau dukungan oleh fakta-fakta.
Penyampaian fakta-fakta itu diarahkan untuk sampai pada sebuah konsep, sedang
fakta dan konsep tersebut akan diterima dengan pembaca dengan dipengruhi oleh tone pengarang, yaitu bagaimana
sikap pengarang terhadap masalah yang dikemukakan dan terhadap pembaca. Ketiga
hal tersebut, yaitu fakta, konsep, dan tone, memegang peran penting dalam teks
nonfiksi.
Istilah fakta dapat dipahami sebagai
sesuatu yang memiliki kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara
empirik, fakta, faktual, hisroris, atau logika keilmuan (Nurgiantoro,
2005:369). Untuk itu bacaan nonfiksi lebih menekankan nilai-nilai kebenarannya
sebagai bahan penulisan. Apa yang akan terjadi apabila sebuah bacaan tentang sejarah
tertentu, tokoh terkenal,olahraga tertentu, atau yang lain diceritakan secara
tidak tepat dalam sebuah teks nonfiksi. Padahal cerita tersebut telah memiliki
kebenaran yang pasti.
Kebenaran fakta faktual pada bacaan
nonfiksi dapata di buktikan diberbagai sumber. Bacaan tentang tokoh terkenal
dapat dibuktikan dari buku atau pendapat orang lain yang terpercaya seperti
narasumber. Untuk bacaan cerita tentang binatang dapat dibuktikan kebenarannya
melalui buku ilmiah yang ada kaitannya dengan binatang. Menurut Burhan
Nurgiantoro (2005:369) yang membedakan bacaan nonfiksi dengan fiksi adalah pada
bacaan cerita fiksi, walau disebut-sebut tokoh dan peristiwa sejarah tertentu
yang juga memiliki kebenaran faktual dan historis, kita tidak dapat merujuk
hal-hal tersebut sebagai bukti faktual dan historis. Hal demikian tidak dapat
dibenarkan karena fiksi menekankan aspek imajinatif sedangkan nonfiksi lebih
cenderung pada hal-hal yang berdasarkan fakta faktual-historis.
Berbagai fakta yang saling terhubung
sehingga membentuk akan menjadi bacaan menarik, jika dikemas dalam
bentuk-bentuk stile yang memiliki derajat keartistikan tinggi. Bagaimana sebuah
gagasan yang diungkapkan ke dalam bahasa yang tepat dan memiliki efek estetik
adalh urusan stile, dan stile sastra anak
secara umum haruslah dilandasi oleh sifat-sifat kesederhanaan, keluguan
, dan kelugasan. Stile yang baik akan membangkitkan tone, nada, suasana
tertentu yang tepat sebagaimana diinginkan.
Tone akan mempengaruhi pembaca (anak)
untuk tertarik dan kemudian menyenangi bacaan yang disajikan. Tone merupakan
sikap pengarah terhadap masalah atau sebagian masalah yang dikemukakan terhadap
pembaca. Wujud tone itu antara lain adalah objektif, kadang-kadang diselai
humor, ramah, bersahabat, misterius, penuh keajaiban, ironis, menyindir,
menertawakan, menganggap mudah, menyederhanakan, mengajak terlibat, di daktis,
dan sebagainya (Nurgiantoro, 2005:371)
3.2.2 Macam-Macam
Bacaan Nonfiksi Anak
Buku bacaan nonfiksi amat beragam
macamnya. Ia membentang dari buku-buku berbagai disiplin keilmuan seperti alam,
biologi, kesehatan, sosial, sejarah, biogrfi, sampai dengan seni budaya, dan
lian-lain (Nurgiantoro, 2005:371). Dari sekian bacaan apabila dikemas dalam
buku yang sesuai dengan sastra anak maka akan menjadi bacaan nonfiksi yang
bernilai literer. Namun, kali ini akan dijelaskan dua kategori yang tergolong
bacaan nonfiksi, yaitu: buku informasi dan biografi. Untuk lebih jelasnya lagi,
macam-macam bacaan nonfiksi akan dijelaskan dalam pembahasan selamjutnya.
3.2.2.1 Buku
Informasi
Buku informasi merupakan buku nonfiksi
karena dalam buku tersebut menyajikan hal-hal yang berdasarkan fakta. Menurut
Burhan Nurgianatoro (2005:373) yang mendefinisikan buku informasi sebagai
sebuah penamaan atau kategori untuk subgenre sastra anak nonfiksi, sedang
bentuknya tidak harus berwujud buku seperti halnya novel. Buku informasi dapat,
dan lebih banyak berupa tulisan singkat mirip cerpan anak. Lebih dari itu, ia
juga lazim ditulis dengan gaya cerita sehingga membaca buku informasi,
khususnya bagi pembaca (anak), hampir tidak ada bedanya dengan membaca cerita
fiksi (2005:373).
Dengan membaca buku informasi, anak akan
mendapatkan informasi yang berdasarkan fakta dari bacaan tersebut. Hal ini
ditujukan untuk memenuhi rasa keingintahuan pembaca (anak) yang sangat tinggi
terhadap berbagai hal di sekelilingnya. Buku bacaan yang lebih yaitu apabila
mampu membawa anak untuk masuk ke dalam cerita dan anak tersebut dapat memahami
berbagai fakta kehidupan, baik yang yang bersifat fisik maupun nonfisik, atau
yang berupa human maupun nonhuman, serta fakta dan konsep sederhana maupun yang
abstrak dan alamiah.
3.2.2.2 Biografi
Menurut
wikipedia yang diakses pada tanggal 14 maret 2012, Biografi
adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang.
Sebuah biografi lebih kompleks daripada sekedar daftar tanggal lahir atau mati
dan data-data pekerjaan seseorang, biografi juga bercerita tentang perasaan
yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut.
Biografi merupakan sejarah dari seorang
tokoh yang diceritakan berdasarkan realita. Menurut Burhan Nurgiyantoro
(2005:394) sebagai sebuah konsep, biografi merupakan bacaan yang berharga
seorang tokoh tentang apa yang telah dilakukan, didemonstrasikan, ditemukan,
yang membuatnya menjadi lebih signifikan daripada rata-rata orang lain. Sesuai
dengan definisi di atas, ada dua hal esensial yang mesti diperhatikan dalam
penulisan biografi seseorang, yaitu sejarah dan individual. Sebagai sebuah
karya yang bersifat kesejarahan, biografi harus didukung oleh fakta yang akurat
dan objekif, tidak dibuat-buat, tidak dikurangi dan tidak dilebih-lebihkan.
Karya biografi yang ditujukan kepada
pembaca anak berbeda dengan yang ditujukan kepada pembaca dewasa. Anak-anak
yang membaca karya geografi tidak mempersoalakan tentang kebenaran yang
berdasarkan fakta aktual atau fakta imajinatif, lain hal nya dengan orang
dewasa yang tentunya akan mempersoalkan tentang kebenaran dari buku geografi
yang dibacanya.
Macam
buku biografi, yaitu buku biografi tokoh Indonesia dan
tokoh dunia. Buku biografi tokoh Indonesia adalah buku yang menceritakan
tentang kisah tokoh terkenal di Indonesia yang bertujuan untuk memperkenalkan
kepada anak mengenai tokoh pahlawan nasional yang ada di Indonesia. Sedangkan,
buku biografi tokoh dunia adalah buku yang menceritakan tentang tokoh dunia
yang berdasarkan fakta, karena di Indonesia masih belum mencatatkan rekor tokoh
handal seperti Graham Bell (penemu telpon), Thomas Edison (penemu listrik),
atau Guglielmo Marconi (penemu radio).
BAB
4
SIMPULAN
Cerita
fiksi maupun nonfiksi merupakan buku
yang bermanfaat untuk menambah wawasan anak, karena dengan membaca buku, anak
akan mendapatkan kesenangan tersendiri.
Cerita
fiksi anak merupakan cerita yang berdasarkan imajinatif dan memberikan keunikan
tersendiri, karena dalam cerita tersebut terdapat unsur-unsur yang
membedakannya dengan yang lain, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
fiksi yang termasuk dalam unsur intrinsik misalnya adalah tokoh dan penokohan,
alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut
pandang, dan lain-lain. Sedangkan, Hal-hal yang dapat di kategorikan ke dalam unsur
ekstrinsik misalnya adalah jati diri pengarang yang mempunyai ideologi,
pandangan hidup dan way of life bangsanya, kondisi kehidupan sosial budaya
masyarakat yang di jadikan latar cerita dan lain-lain.
Cerita
fiksi anak sangatlah banyak macamnya, diantaranya, yaitu: Novel, Cerpen, Fiksi
Realistik, Fiksi Fantasi, Fiksi Historis.
Selain
cerita fiksi anak, makalah ini juga menyajikan tentang bacaan nonfiksi yang
merupakan buku bacaan berdasarkan fakta faktual-historis. Dalam bacaan
nonfiksi, anak akn mendapatkan informasi yang berhubungan dengan realita
kehidupan. Dengan demikian, anak diharapkan mampu menghadapi setiap
permasalahan yang ada di hadapannya karena buku jenis ini memotivasi pembaca
untuk menjalani kehidupan.
Bacaan
nonfiksi anak memiliki beberapa macam, diantaranya, yaitu: buku informasi dan
buku biografi yang dibagi menjadi buku biografi tokoh Indonesia dan tokoh
dunia.
Daftar
Pustaka
Admin, Teori
Fiksi Burhan Nurgiyantoro,
Nurgiyantoro,
Burhan. 2005. SASTRA ANAK, Pengantar
Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: GADJA MADA UNIVERSITY PRESS.