BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam kedudukannya sebagai idealogi
negara, pancasila merupakan norma dasar yang mengatur sistem ketatanegaraan
Republlik Indonesia. Proses penyelenggaraan negara tidak boleh bertentangan
dengan pancasila. Begitu juga dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai pancasila.
Dalam sistem hukum Indonesia, Pancasila
berperan sebagai cita-cita hukum (rechtsidce)
yang mempunyai fungsi konstitutif dan regulatif terhadap sistem norma hukum
Indonesia. Artinya, Pancasila menentukan dasar tata hukum Indonesia supaya
tidak kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum (fungsi konstitutif) serta
menentukan apakah hukum positif yang berlaku di Indonesia merupakan hukum yang
adil atau tidak (Attamimi, 1992:69) dalam buku Pendidikan Pancasila (kokom,
2007:149). Dengan dua fungsi tersebut, Pancasila berkedudukan sebagai norma
fundemental negara (staatsfundementalnorm)
yang membentuk norma-norma hukum yang berada di bawahnya secara berjenjang.
Norma hukum yang di bawahnya terbentuk berdasarkan dan bersumber pada norma
hukum yang lebih tinggi. Sehingga tidak terdapat pertentangan antara norma
hukum yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, begitu juga sebaliknya. Dalam
kontek inilah, pancasila merupakan asas kerohanian negara. Sehingga
berkedudukan sebagai suatu sumber nilai, norma, dan kaidah baik moral maupun
hukum negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila yang seperti itu justru
mewujudkan fungsinya yang pokok sebagai dasar negara Republlik Indonesia yang
manifestinya dijabarkan dalam suatu peraturan perundanng-undangan. Oleh karena
itu, Pancasila merupakan sumber hukum konstitusi negara baik yang tertulis
yaitu undang-undang dasar negara maupun yang tidak tertulis yaitu konvensi.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Pancasila ?
2. Apakah
yang dimaksud dengan Ketatanegaraan ?
3. Apakah
ada hubungannya Pancasila, Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan Batang Tubuh UUD
1945 ?
4. Bagaimanakah
implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ?
5. Bagaimanakah
Implikasi Amandemen UUD 1945 dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia ?
6. Bagaimanakah
penerapan Hak Asasi Manusia menurut Pancasila ?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi Pancasila dan ketatanegaraan.
2. Untuk
mengetahui hubungannya Pancasila, Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan Batang
Tubuh UUD 1945
3. Untuk
mengetahui Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dan Implikasi
Amandemen UUD 1945 dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia serta penerapan Hak
Asasi Manusia menurut Pancasila
1.4
Manfaat
1. Mahasiswa
dapat menjelaskan hubungan Pancasila, Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan
Batang Tubuh UUD 1945.
2. Mahasiswa
dapat menjelaskan secara singkat sejarah penyusunan dasar falsafah Negara
Republik Indonesia.
3. Mahasiswa
dapat menjelaskan pelaksanaan Pancasila pada masa awal kemerdekaan, pada masa
orde lama, dan orde baru.
4. Mahasiswa
dapat mengidentifikasi alasan-alasan sebagai dasar amandemen UUD 1945. Serta mahasiswa
dapat menjelaskan kelembagaan negara menurut UUD 1945 setelah di amandemen.
5. Mahasiswa
dapat menjelaskan secara singkat tentang pandangan pancasila terhadap HAM.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1.1 Pancasila
Pancasila merupakan suatu asas
kerohanian dalam ilmu kenegaraan popular disebut sebagai dasar filsafat Negara
(Philosofische gronslai). Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai
dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara, termasuk sebagai
sumber tertib hukum di Negara Republik Indonesia. Konsekuensinya seluruh
peraturan perundang-undangan serta penjabarannya senantiasa berdasarkan
nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila.
2.1.2 Ketatanegaraan
Kata “Negara” berasal dari bahasa
Sansekerta nagari atau nagara yang berarti kota. Negara memiliki arti luas dan
arti sempit. Dalam arti luas negara merupakan kesatuan sosial yang diatur
secara institusional dan melampaui masyarakat-masyarakat terbatas untuk
mewujudkan kepentingan bersama. Sedangkan dalam arti sempit negara disamakan
dengan lembaga-lembaga tertinggi dalam kehidupan sosial yang mengatur, memimpin
dan mengkoordinasikan masyarakat supaya hidup wajar dan berkembang terus.
Negara adalah organisasi yang di dalamnya ada rakyat, wilayah yang permanen,
dan pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam maupun ke luar). Negara merupakan
kesatuan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan
kepentingan bersama. Negara dapat dilihat dari dua segi perwujudannya, yakni
sebagai satu bentuk masyarakat yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan sebagai
satu gejala hukum
2.2 Hubungan
Pancasila, Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan Batang Tubuh UUD 1945
2.2.1 Hubungan
antara Pancasila dengan Pasal-Pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat
prinsip-prinsip, dasar dan tujuan negara Indonesia yang akan diwujudkan dalam
kehidupan kenegaraan. Selain itu, penjabaran nilai Pancasila juga tercantum
dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai berikut:
A. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Dirinci pada undang-undang dasar Negara
republik indonesia pada tahun 1945 yang tercermin pada sumpah jabatan presiden
dan wakil presiden dalam agama “demi allah satu tuhan “(pasal 9 aya 1).
Demikian pada pasal 28 ayat 1 dan 2 mencerminkan sila ketuhanan yang maha esa
dalam bentuk nilai dasar yang lebih rinci “kebebasan memeluk agama dan
menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing “
B. Sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
Di tuangkan dalam ketentuan dalam bab IX
tenang kekuasaan dan kehakiman yaitu pada pasal yang menggatur tentang penegakan
hukum dan keadilan serta aparat penegak
hukum (pasal 24, pasal 24A, pasal 24B, pasal 24C, pasal 25). Demikian pula pada
bab XA tentang hak asasi manusia yang merupakan jalinan nilai-nilai yang
merupakan cerminan sila kemanusiaan yang adil dan beradap (pasal 27, pasal 28,
pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D, pasal 28E, pasal 28F, pasal 28G,
pasal 28H, pasal 28I, pasal 28J, pasal 30, pasal 31 dan pasal 34).
C. Sila
Persatuan Indonesia
Di tuangkan rincianya dalam pasal 1 ayat
1, pasal 11 ayat 2 dan 3, pasal 18A, pasal 18B, pasal 22E, pasal 25E, pasal 30,
pasal 36, pasal dan pasal 36B.
D. Sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Di tuangkan rincianya dalam pasal 1 ayat
2 dan 3, pasal 2, pasal 3, pasal 4 ayat 1, pasal 6, pasal 6A, pasal 7A , pasal
7B, pasal 7C, pasal 8, pasal 11, pasal 16, pasal 18 ayat 3 , pasal 19, pasal
20, pasal 20A, pasal 21, pasal 22, pasal 22B, pasal 22C, pasal 22D dan pasal
22E. semua rincian sila ini berhubunggan dengan demokrasi dan demokratis dalam
kehidupan bermasyarakat.
E. Sila
Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam nilai-nilai yang telah di tuangkan
dalam pasl-pasal mengenai hak asasi manusia yang berkaitan dengan kesejahteraan
social dan kesejahteran ekonomi.
2.2.2 Hubungan
antara Pancasila dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dasar
negara dan konstitusi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan mutlak
dimiliki oleh suatu negara merdeka. Dengan demikian dasar negara dan konstitusi
memiliki keterkaitan yang sanggat erat. Hal ini di sebabkan lahirnya konstitusi
merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat
norma-norma dasar yang bersifat ideal, sedangkan konstitusi berusaha
menjabarkan nilai-nilai ideal tersebut ke dalam nilai-nilai instrumemtal. Pada
pokoknya dasar negara memuat cita-cita hidup bernegara yang bersifat universal
dan bertahan lama sepanjang negara itu berdiri. Sedangkan konstitusi berusaha
menangkap suasana batin dalam penyelenggaraan negara yang sejalan dengan
peradaban.
Hubungan
pancasila dengan pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun
1945 mengandung pengertian bahwa pancasila merupakan subtansi esensial dari
pembukaan dan mendapatkan kedudukan secara yuridis formal dalam pembukaan,
sehingga rumusan maupun kedudukanya sebagai dasar negara adalah sebagaimana
yang terdapat dalam undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945,
maka perumusan yang menyimpang dari pembukaan tersebut adalah sama halnya dengan
mengubah secara tidak sah rumusan pembukaan undang-undang dasar negara republik
Indonesia tahun 1945.
Selain
itu, jika kita amati denggan seksama, setiap alinea pembukaan undang-undang
dasar negara republik Indonesia tahun 1945 pada hakikatnya merupakan refleksi
pancasila. Namun demikian tekananya yang berbeda, misalnya sila pertama berefleksi
terutama pada alinea ketiga. sila ke dua berrefleksi terutama pada alinea
pertama dan sila ketiga, keempat dan kelima berrefleksi terutama pada alinea ke
dua dan keempat, bahkan keempat terdapat rumusan dan sunsunan pancasila.
2.2.3 Hubungan antara Pembukaan UUD 1945
dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945
Dalam sistem tertib hukum Indonesia.penjelasan UUD
1945 menyatakan bahwa Pokok Pikiran itu meliputi suasana kebatinan dari Undang
–Undang Dasar Negara Indonesia serta mewujudkan cita-cita hukum, yang menguasai
hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar tidak tertulis (convensi), selanjutnya
Pokok Pikiran itu dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka dapatlah
disimpulkan bahwa suasana kebatinan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lain dijiwai
atau bersumber pada dasar filsafat Negara Pancasila. Pengertian inilah yang
menunjukkan kedudukan dan fungsi Pancasila sebagi dasar Negara Republik
Indonesia.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Pembukaan UUD 1945, mempunyai fungsi hubungan langsung yang
bersifat kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945, karena isi dalam
Pembukaan dijabarkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka Pembukaan UUD 1945
yang memuat dasar filsafat Negara dan Undang –Undang Dasar merupakan satu
kesatuan. Walaupun dapat dipisahkan, bahkan merupakan pangkaian kesatuan nilai
dan norma yang terpadu. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya
terkandung Pokok-Pokok Pikiran Persatuan Indonesia, Keadilan sosial, Kedaulatan
Rakyat berdasarkan atas Permusyawaratan/Perwalilan, serta Ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang Adil dan Beradap. Yang inti sarinya
merupakan penjelasan dari dasar filsafat Pancasila. Adapun Pancasila itu
sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat
kapada UUD 1945.
Semangat dari UUD 1945 serta yang disemangati yakini
pasal-pasal UUD 1945 serta penjelasannya pada hakikatnya merupakan satu
rangkaian kesatuan yang bersifat kausal
organis. Ketentuan serta semangat yang
demikian itulah yang harus diketahui,
dipahami serta dihayati oleh segenap bangsa Indonesia yang mencintai negaranya.
Rangkaian isi, arti makna yang terkandung dalam
masing-masing alinea dalam pembukaan UUD 1945, melukiskan adanya rangkaian
peristiwa dan keadaan yang berkaitan dengan berdirinya Negara Indonesia melalui
pernyataan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia. Adapun rangkaian makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945 adalah sebagaian berikut:
(1) Rangkaian
peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuknya negara, yang merupakan
rumusan dasar-dasar pemikiran yang menjadi latar belakang pendorong bagi
Kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam wujud terbentuknya Negara Indonesia (alinea I,II,dan III Pembukaan).
(2) Yang
merupakan ekspresi dari peristiwa dan keadaan setela negara Indonesia terwujud
(alinea IV Pembukaan).
Perbedaan pengertian serta pemisahan antara kedua
macam peristiwa tersebut ditandai oleh pengertian yang terkandung dalam anak
kalimat,”Kemudian daripada itu’’pada bagian keempat Pembukaan UUD 1945,sehingga
dapatlah ditentukan sifat hubungan antara masing-masing bagian Pembukaan dengan
Batang Tubuh UUD 1945,adalah sebagian berikut:
(1) Bagian pertama,kedua dan ketiga Pembukaan UUD 1945
merupakan segolongan peryataan yang
tidak mempuyai hubungan’kausal organis
dengan Batang Tubuh UUD 1945.
(2)
Bagian
keempat ,Pembukaan UUD 1945 mempuyai hubungan yang bersifat kausal organis ‘dengan Batang Tubuh UUD
1945 yang mencakup beberapa segi sebagai berikut:
(a)
Undang-Undang Dasar ditentukan akan ada.
(b)
Yang diatur dalam UUD adalah tentang
pembentukan pemerintahan negara yang memenuhi pelbagai persyaratan dan meliputi
segala aspek penyelenggaraan negara.
(c)
Negara Indonesia ialah berbentuk
Republik yang berkedaulatan rakyat.
(d)
Ditetapkannya dasar kerokhanian negara
(dasar filsafat Negara Pancasila).
Atas dasar sifat-sifat tersebut maka dalam Batang
Tubuh UUD 1945, menempatkan pembukaan UUD 1945 alinea IV pada kedudukan yang
amat penting. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebenarnya hanya alinea IV Pembukaan UUD 1945 inilah yang menjadi
inti sari Pembukaan dalam arti yang sebenarnya.Hal ini sebagaimana termuat
dalam penjelasan resmi Pembukaan dalam Berita Republik Indonesia tahun II.No.7
yang hampir keseluruannya mengenai bagian keempat Pembukaan UUD 1945. (Pidato.
Prof.Mr.Dr.Soepomo tanggal 15 Juli 1945
di depan rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
2.2.4 Hubungan
Antara Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945
Sebagaimana telah disebutkan dalam
ketetapan MPRS/MPR bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan satu kesatuan dengan
proklamasi 17 Agustus 1945 oleh karena itu antara Pembukaan dan Proklamasi 17
Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan. kebersatuan antara Proklamasi dan
Pembukaan UUD 1945 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Disebutkannya kembali pada pernyataan
Proklamasi Kemerdekaan dalam alenia ketiga Pembukaan yang menujukan bahwa
antara proklamasi dengan pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
2.
Ditetapkannya pembukaan UUD 1945 pada
tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan ditetapkannya UUD. Presiden dan
Wakil Presiden merupakan realisasi tindak lanjut dari Proklamasi.
3.
Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya
merupakan suatu pernyataan kemerdekaan yang lebih terinci dari adanya cita-cita
luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan dalam bentuk
Negara Indonesia yang medeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan
berdasarkan asas kerohanian Pancasila.
Berdasarkan sifat
kesatuan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, maka sifat hubungan antara Pembukaan dengan Proklamasi adalah sebagai
berikut :
Pertama, memberikan
penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945,
yaitu menengakkan hak kodrat dan moral dari setiap bangsa akan kemerdekaannya,
dan demi inilah maka Bangsa Indonesia berjuang terus menerus sampai Bangsa
Indonesia mencapai pintu gerbang kemerdekaan (Bagian pertama dan kedua
Pembukaan).
Kedua, memberikan
penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa
perjuangan gigih bangsa Indonesia dalam menegakkan hak kodrat dan hak moral itu
adalah sebagai gugatan dihadapan bangsa-bangsa didunia terhadap adanya
penjajahan atas bangsa Indonesia, yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Bahwa perjuangan bangsa Indonesia itu telah diridhoi oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa dan kemudian bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya
(Bagian ketiga Pembukaan).
Ketiga, memberikan
pertanggung jawban terhadap dilaksanakannya Proklamsai 17 Agustus 1945, yaitu
bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan luhur,
disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha esa, Kemanusiaan yang adil dan beradap,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan. serta dengan mewujudkan suatu keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia (Bagian Keempat Pembukann UUD 1945).
Penyususnan UUD ini
untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan Negara Indonesia dalam melaksanakan
tujuan Negara, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kecerdasan bangsa (tujuan
ke dalam). Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi
dan keadilan social (tujuan keluar atau tujuan internasional).
Proklamasi pada hakikatnya bukanlah
merupakan tujuan, melainkan persyaratan untuk tercapainya tujuan dan negara
makan Proklamasi memiliki dua macam makna sebagai berikut :
1.
Pernyataan bangsa Indonesia baik kepada
diri sendiri, maupun kepada dunia luar, bahwa bangsa Indonesia telah merdeka.
2.
Tindakan-tindakan yang segera harus
dilaksanakan berhubungan dengan pernyataan kemerdekaan tersebut.
Seluruh Proklamasi tersebut dirinci dan
mendapat pertanggung jawaban dalam pembukaan UUD 1945, sebagai berikut :
1.
Bagian pertama Proklamasi mendapatkan
penegasan dan penjelasan pada bagian pertama sampai ketiga Pembukaan UUD 1945.
2.
Bagian kedua proklamasi, yaitu suatu
pembentukan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV.
Berpegang pada sifat
hubungan antara proklamasi 17 Agustus dengan pembukaan UUD 1945 yang tidak
hanya menjelaskan dan menegaskan akan tetapi juga mempertanggung jawabkan
Proklamasi, maka hubungan itu tidak hanya bersifat fungsional korelatif,
melainkan juga bersifat kasual organis, hal ini menunjukkan hubungan proklamasi
dengan UUD 1945 merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Begitu pula nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang menjelaskan tentang
falsafah Pancasila atau sejarah penyusunan pancasila mulai dari masa awal
kemerdekaan, masa orde lama, dan masa orde baru, yang akan dijelaskan secara
lengkap dalam pembahasan berikutnya.
2.3 Implementasi
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
2.3.1
Masa Awal Kemerdekaan (1945-1959)
Lahirnya Pancasila dan UUD 1945 tidak terlepas dari perjuangan bangsa
Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia sendiri tidak
terlepas dari situasi politik internasional menjelang tahun 1945. Jadi perlu
dicatat bahwa UUD 1945 disusun akhir Perang Dunia II dan setelah berakhirnya
Perang Dunia tersebut. Pancasila tidak jauh dari perjuangan para pejuang bangsa
Indonesia.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintahan Hindia Belanda menyerah kepada
tentara Jepang. Semenjak itu seluruh daerah jajahan Hindia Belanda berada di
bawah kekuasaan tentara Jepang. Pemerintah militer Jepang melarang mengibarkan
Bendera Sang Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta
larangan membentuk Pemerintahan Nasional Indonesia. Tindakan Jepang menimbulkan
perjuangan pergerakan kemerdekaan di kalangan rakyat Indonesia ditingkatkan,
baik itu gerakan bawah tanah maupun perlawanan terbuka. Berkat perjuangan ini,
sejak bulan September 1944 bangsa Indonesia diperbolehkan lagi mengibarkan
bendera nasional dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Menjelang
akhir tahun 1944 tentara Jepang menderita kekalahan terus-menerus terhadap
serangan-serangan pihak tentara Sekutu di Pasifik. Jepang akhirnya kalah
terhadap sekutu. Mendengar kekalahan tentara Jepang, pemerintah militer Jepang
di Indonesia membentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritsu Junbi Cosakai
(Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 29 April 1945. kemudian
pada tanggal 28 Mei pemerintah bala tentara Jepang melantik anggota BPPK.
Sepanjang sejarah, badan ini hanya menjalani dua masa sidang yaitu:
a)
Masa sidang I: 29 Mei – 1 Juni 1945, membicarakan dasar
negara Indonesia;
b)
Masa sidang II: 10 Juli – 16 Juli 1945, membicarakan
rancangan UUD Indonesia.
Untuk melaksanakan tugasnya menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan
kemerdekaan Indonesia, BPPK telah membentuk beberapa Panitia Kerja, di
antaranya ialah: Panitia Perumus (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia
Perancang UUD (diketuai oleh Ir. Soekarno dan Dr. Soeparno), Panitia Ekonomi
dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta), dan Panitia pembelaan Tanah
Air (diketuai oleh Abikusno tjokrosujoso). Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia
Perumus berhasil menyusun suatu Naskah Rancangan Pembukaan UUD pada tanggal 22
Juni 1945, Rancangan Pembukaan UUD yang terdiri atas 4 alinea. Rancangan ini di
kemudian hari dikenal orang dengan nama Piagam Jakarta. Dalam Rancangan
Pembukaan UUD inilah pertama kali Pancasila dicantumkan sebagai dasar negara
Indonesia. Seperti diketahui, Pancasila sebagai dasar negara telah diusulkan
oleh anggota BPPK (Ir. Soekarno) dalam sidang 1 Juni 1945, yang kemudian
diterima baik oleh Sidang Pleno BPPK pada tanggal 16 Juli 1945. Sementara
Panitia Perancang UUD sendiri berhasil menyusun suatu Rancangan UUD Indonesia
pada tanggal 16 Juli 1945.
Untuk mewujudkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan segera mungkin,
maka diumumkanlah PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan diumumkannya
pembentukan PPKI, BPPK juga dibubarkan. Kemerdekaan Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 disaksikan oleh PPKI.
Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang
yang pertama dan telah mengambil keputusan sebagai berikut:
1)
Menetapkan dan menyahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, yang bahan-bahannya hampir seluruhnya diambil dari rancangan Pembukaan
UUD yang disusun oleh Panitia Perumus (yang anggotanya sendiri pada waktu itu
Ir. Soekarno dan Moh. Hatta) pada tanggal 22 Juni 1945.
2)
Menetapkan dan menyahkan UUD 1945, yang bahan-bahannya
hampir seluruhnya diambil dari rancangan UUD yang disusun oleh Panitia
Perancang UUD pada 16 Juli 1945.
3)
Memilih Ketua PPKI Ir. Soekarno dan Wakil Ketua PPKI
Drs. Mohammad Hatta masing-masing menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI.
4)
Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh
sebuah Komite Nasional. Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang
lagi dan memutuskan:
a)
Pembentukan 12 Departemen Negara.
b)
Pembagian wilayah Indonesia dalam 8 provinsi, dan tiap
provinsi dibagi dalam keresidenan-keresidenan.
2.3.2 Masa Orde Lama
(1959-1965)
UUD 1945 ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Status UUD 1945 ini sementara. UUD 1945 ini berlaku di seluruh wilayah
Indonesia. Kemudian pada tanggal 27 Desember 1949 berubahlah status negara
kesatuan yang diproklamasikan menjadi negara serikat (Republik Indonesia
Serikat). Di sini negara Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian
dari Republik Indonesia Serikat. Pada masa republik Indonesia Serikat, UUD 1945
turun derajatnya dan berkurang wilayah berlakunya, karena UUD 1945 hanya
berlaku di negara bagian Republik Indonesia, sedangkan di seluruh negara
Republik Indonesia Serikat berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi
RIS) 1949.
Secara resmi UUD 1945 tidak pernah dinyatakan tidak berlaku. Namun
demikian dengan berlakunya Konstitusi RIS 1949 dengan sendirinya UUD 1945
menjadi tidak berlaku secara nasional, karena tidak mungkin dalam satu negara
berlaku lebih dari satu UUD. Semasa RIS, UUD 1945 dijadikan UUD Negara bagian
Republik Indonesia; negara bagian RI merupakan salah satu dari 16 negara bagian
dalam lingkungan RI pada waktu itu. Dengan tidak berlakunya UUD 1945, negara
Indonesia Merdeka yang mulai ada dan berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945,
tetap ada berdiri, tetapi dengan UUD yang berbeda. Walaupun pokok-pokok pikiran
tentang negara yang terkandung dalam UUD 1945 tidak sepenuh dalam konstitusi
RIS 1949, namun ketentuan-ketentuan pokok seperti bentuk Republik, kedaulatan
rakyat dan Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945, masih terkandung dalam
konstitusi RIS 1949.
Negara RIS yang berbentuk negara serikat tak sesuai dengan cita-cita
rakyat yang diucapkan sejak Sumpah Pemuda 1928. Rakyat kita tetap menghendaki
negara kesatuan Republik Indonesia. Berhubungan dengan itulah pada tanggal 17
Agustus 1950 Presiden RIS (Ir. Soekarno) kembali memproklamasikan pembentukan
negara kesatuan Republik Indonesia dan dengan sendirinya negara RIS bubar. Pada
tahun 1950 Konstitusi RIS diubah menjadi UUD Sementara 1950 yang berlaku di
seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UUD 1950 itu
dibentuk Konstituante (Badan Pembentukan Konstitusi/pembuat UUD) yang bertugas
membentuk UUD yang tetap.
Timbullah dalam Konstituante dua kelompok, yaitu pendukung berlakunya
kembali UUD 1945 dan yang menolaknya. Meskipun golongan yang menginginkan
kembali ke UUD 1945 merupakan mayoritas (60 %) tetapi karena tidak memenuhi
ketentuan suara sekurang-kurangnya dua pertiga (seperti dikehendaki UUDS 1950)
maka gagallah Konstituante untuk membuat UUD yang tetap. Hal ini menimbulkan
kekacauan politik. Dalam situasi negara yang demikian, demi keselamatan negara
dan bangsa Indonesia serta dengan dukungan sebagian besar rakyat dan ABRI,
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden tentang
kembali ke UUD 1945.
Isi dekrit
Presiden itu ialah:
1
Menetapkan pembubaran Konstituante
2
Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlaku lagi UUDS 1950
3
Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dengan
berlakunya kembali UUD 1945, dengan sendirinya Pancasila demi hukum tetap
menjadi dasar falsafah negara dengan perumusan dan tata urutan yang tercantum
dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:
1)
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3)
Persatuan Indonesia.
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan dan perwakilan.
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dari uraian
tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa UUD 1945 berlaku di Indonesia
secara nasional dalam dua kurun waktu, yakni:
1)
Antara 18 Agustus 1945 (pengesahan UUD 1945 oleh PPKI)
sampai tanggal 17 Agustus 1950.
2)
Antara 5 Juli 1959 sampai sekarang. Sementara pada
rentang waktu antara tahun 1950-1959, UUD 1945 tidak berlaku secara nasional,
karena digantikan oleh Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
2.3.3 Masa Orde Baru
(1965 – 12 Mei 1998)
Dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, PKI telah dua kali
mengkhianati Negara, bangsa, dan dasar Negara. Atas dasar itulah rakyat
menghendaki dan menuntut dibubarkannya PKI. Namun, pimpinan Negara waktu itu
tidak mau mendengarkan dan tidak mau memenuhi tuntutan rakyat, sehingga
timbullah apa yang disebut situasi politik antara rakyat dengan Presiden. Keadaan
semakin meruncing, keadaan ekonomi dan keamanan makin tidak terkendalikan.
Dengan dipelopori oleh Pemuda atau Mahasiswa, rakyat menyampaikan Tritura (Tri
Tuntutan Rakyat) yaitu:
1)
Bubarkan PKI.
2)
Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI.
3)
Turunkan harga-harga/ perbaikan ekonomi.
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah
kepada Letnan Soeharto untuk mengambil langkah-langkah pengamanan untuk
menyelamatkan keadaan. Surat perintah ini dikenal dengan Surat Perintah 11
Maret (1966).
Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) ini dianggap oleh
rakyat sebagai lahirnya Orde Baru. Dengan berdasarkan Supersemar, pengemban
Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto telah membubarkan PKI dan ormas-ormasnya.
Dalam sejarah negara RI, pemerintahan Orde Baru, sampai saat ini adalah
pemerintahan terlama. Sayangnya, pemerintahan Orde Baru ini melakukan banyak
penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan pelaksanaan UUD 1945 ini tampak
terutama dalam pelaksanaan pemilu-pemilu:
1.
Campur tangan birokrasi terlalu besar dalam mempengaruhi
pilihan rakyat.
2.
Panitia pemilu tidak independen, memihak salah satu
kontestan.
3.
Kompetisi antar kontestan tidak leluasa
4.
Rakyat tidak bebas mendiskusikan dan menentukan
pilihan.
5.
Penghitungan suara tidak jujur.
6.
Kontestan tidak bebas kampanye karena dihambat aparat
keamanan.
Selain penyimpangan di atas, penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden
Soeharto ialah dalam melaksanakan UU No. 1 Tahun 1983 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR/DPR.
2.4 Implikasi Amandemen UUD 1945 dalam
Ketatanegaraan Republik Indonesia.
2.4.1 Dasar Pemikiran
Perubahan Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pada
tanggal 21 mei 1998, presiden soeharto menyatakan berhenti dari jabatan
Presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran yang dimonitori
oleh mahasiswa.pemuda dan berbagai komponen bangsa lainnya di Jakarta dan
daerah lainnya. Berhentinya presiden soeharto menjadi awal mulanya era
reformasi di tanah air.
Pada
awal era reformasi, di masyarakat berkembang tuntutan reformasi yang didesakkan
oleh berbagai komponen bangsa. Tuntutan itu antara lain :
a.
Amandemen Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
b.
Penghapusan doktrin dwifungsi ABRI
c.
Penegakan supremasi hukum, penghormatan
hak asasi manusia serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
d.
Desentralisasi dan hubungan yang adil
antara pusat dan daerah
e.
Mewujudkan kebebasan pers dan Mewujudkan
kehidupan demokrasi
Tuntutan perubahan/amandemen Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 didasarkan pada pandangan bahwa Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dipandang belum cukup memuat
landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat dan penghormatan
HAM. Selain itu, di dalamnya terdapat pasal-pasal yang multitafsir dan membuka
peluang bagi penyelenggaraan negar yang otoriter, sentralik, tertutup dan
diliputi oleh tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN) yang menimbukan
kemerosotan dalam berbagai kehidupan.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka MPR hasil
pemilu 1999 melakukan perubahan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebanyak empat kali, yaitu :
a.
Prubahan pertama dilakukan dalam Sidang
Umum MPR pada tanggal 14-21 Oktober 1999
b.
Perubahan kedua dilakukan dalam Sidang
Tahun MPR pada tanggal 7-18 Agustus 2000
c.
Perubahan ketiga dilakukan dalam Sidang Tahun MPR pada
tanggal 1-9 November 2001
d.
Perubahan keempat dilakukan dalam Sidang
Tahun MPR pada tanggal 1-11 Agutus 2002.
Adapun dasar
pemikiran dilakukan perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 antara lain sebagai berikut :
a.
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 membentuk struktur kenegaraan yang bertumpu pada kekuasaan
tertinggi ditangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal itu
berakibat tidak terjadinya saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) pada lembaga –
lembaga kenegaraan. Penyerahan kekuasaan tertinggi kepada MPR merupakan kunci
yang menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan–akan tidak memiliki
hubungan dengan rakyat.
b.
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang
kekuasaan eksekutif (presiden). Sistem yang dianut Undang – Undang Dasar 1945
adalah dominan eksekutif (executife heavy),
yakni kekuasaan dominan di tangan presiden. Pada diri presiden terpusat
kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan yang dilengkapi dengan berbagai hak
konstitusional. Hak-hak konstitusional tersebut lazim disebut hak prerogative (antara
lain member grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi). Presiden juga memegang
kekuasaan legislative karena memiliki kekuasaan Negara yang seharusnya
dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga Negara yang berbeda, tetapi nyatanya
berada di satu tangan (Presiden).
c.
Undang – Undang Dasar 1945
mengandung pasal –pasal yang terlalu “ luwes” sehingga dapat menimbulkan lebih
dari satu tafsiran (multitafsir). Misalnya pasal Undang – Undang Dasar 1945
(sebelum diubah) yang berbunyi “ presiden
dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali “. Rumusan pasal tersebut dapat ditafsirkan lebih
dari satu. Tafsir pertama bahwa presiden dan wakil presiden itu hanya boleh
memangku jabatan maksimal dua kali dan sesudah itu tidak bolah dipilih kembali.
Contoh lain adalah pasal 6 ayat (1) UUD 1945 sebelum diubah yang berbunyi “ presiden ialah orang Indonesia asli “.
Rumusan pasal ini pun dapat mendatangkan tafsiran yang beragam antara lain,
orang Indonesia asli adalah warga Negara Indonesia yang lahir di Indonesia atau
warga Negara Indonesia yang rang tuanya adalah orang Indonesia.
d.
Undang – Undang Dasar 1945 terlal
banyak memberikan kewenangan kepada kekuasaan Preesiden untuk mengatur hal-hal
penting dengan undang-undang. Undang-Undang Dasar 1945 menetakan bahwa Presiden
juga memgangkekuasaan legislative sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal
penting sesuai dengan kehandaknya dalam undang-undang.
e.
Rumusan Undang- Undang Dasar 1945
tentang semangat penyelenggaraan agar belum cukup didukung ketentuan konstitusi
yang memuat aturan dasar entang kehidupan yang demokratis, supermasi hukum
pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia (HAM), dan otonomi daerah.
Hal itu membuka peluang bagi berkembangnya praktik penyelenggaraan Negara yang
tidak sesuai dengan Pembeukaan Undang- Undang Dasar 1945.
2.4.2
Dasar Hukum Perubahan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Majelis
permusayawaratan Rakyat melakukan perubahan Undang–Undang Dasar 1945 dengan
berpedoman pada ketentuan pasal 37 UUD 1945. Pasal 37 UUD 1945 mengatur
prodsedur perubahan Undang Undang Dasar
1945 yang menyatakan bahwa (1) Untuk
mengaubah Undang – Undang Dasar sekurang – kurangnya 2/3 dari pada jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir dan (2) Putusan diambil
dengan persetujuan sekurang- kuangnya 2/3 daripada julah anggota yang hadir.
Bagaimana
dengan ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum? Ketetapan MPR
tersebut isinya mengatur tata cara perubahan Undang–Undang Dasar 194 yang harus
meminta terlebih dahulu pendapat rakyat melalui referendum. Jika mayoritas
rakyat menghendaki perubahan tersebut, barulah MPR melakukan perbahan tersebut.
Ketetapan
MPR omor IV/MPR/1983 tentang referendum tidak sesuai dengan cara perubahan
seperti diatur pada pasal 37 Undang- Undang Dasar 1945. Maka sebelum melakukan
perubahan Undang-Undang Dasar 1945, MPR dalam siding istimewa MPR tahun 1998
mencabut Ketetapan referendum tersebut.
Berdasarkan
uraian diatas tampak bahwa dasar yuridis formal perubahan Undang–Undang Dasar
1945. Naskah yang menjadi objek perubahan adalah Undang–Undang 1945 yang
ditetapkan pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI. Naskah tersebut diberlakuakan
kembali pada 5 juli 1959 melalui Dekrit Presiden. Selanjutnya dikukuhkan secara
aklamasi pada 22 juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tercantum
dalam Lemberan Negara Nomor 75 Tahun 1959.
Konstitusi
Indonesia yaitu, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
mengatur keberadaan kekuatan supra-struktur politik Indonesia dari mulai tugas,
fungsi, wewenang sampai pada susunan dan kedudukannya. Aturan dalam konstitusi
ini dijabarkan oleh undang–undang. Adapun yang menjadi kekuatan supra-stuktur
politik yang tergolong kedalam lembaga Negara Republik Indonesia.
Lembaga
Negara adalah badan yang dibentuk berdasarkan perundang-undangan yang bertujuan
untuk menjalankan pemerintahan Negara dan mempejuangkan kepentingan rakyat.
Lembaga-lembaga Negara adalah pelaksanaan dari kedaulatan rakyat (kekuasaan
rakyat) yang berperan mengatur kehidupan rakyat dan Negara.
Lembaga
Negara Republik indonesa setalah dilakukannya perubahan undang – undang Dasar
1945, diantaranya terdiri dari :
2.4.3
Lembaga-lembaga Republik Indonesia
setelah di Amandemen
2.4.3.1
Majelis Permusyawaatan Rakyat (MPR)
Keberadaan
MPR diatur dalam pasal 2 Ayat (1) dan pasal 3 Undang–Undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945. MPR terdiri atas anggota Dewan Perwkilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah yang dipilih melaui Pemlihan Umum. MPR mempunyai beberapa
wewenang sebagai berikut :
1)
Mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar
2)
Melantik Presiden dan/atau Waki Presiden
3)
Memberhenikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatan enurut undang-undang dasar
4)
Memilih Wakil Presiden dari dua calon
yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam
masa jabatannya selambat-lambatnya dalam kurung waktu enam puluh hari.
5)
Memilih Presiden dan Wakil Presiden
apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua
paket calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil presidennya meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habois
masa jabatannyaselambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari.
2.4.3.2
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR disebut juga lembaga legislative karena memegang
kekuasaan membentuk undang-undang, sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (1)
Undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945. Jumlah anggota DPR
seluruhnya adalah 500 orang. Anggota DPR merupakan wakil rakyat yang dipilih
oleh rakyat melalui pemilihan umum dengan tugas memperjuangkan aspirasi rakyat.
DPR merupakan
lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara. DPR memilih
fungsi legislasi (pembuatan undang-undang), anggaran dan pengawasan. Dalam
menjalankan fungsinya DPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
1.
Membentuk undang-undang yang dibahas
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
2.
Membahas dan memberikan persetujuan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang
3.
Menerima dan membahas usulan rancangan
undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan
mengikutsertakan dalam pembahasan.
4.
Memperhatikan pertimbangan DPD atas
rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama.
5.
Menetapkan APBN bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
6.
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara, serta keijakan
pemerintah.
7.
Membahas dan menindaklanjuti hasil
pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonominya, pelaksanaan APBN,
pajak, pendidikan, dan agama.
8.
Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan
dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
9.
Membahas dan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan Negara yang disampaikan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
2.4.3.3 Dewan
Perwakilan Daerah ( DPD )
Reformasi konsitusional yang diwujudkan
dengan dilakukannya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 telah memperkenalkan kita kepada suatu lembaga perwakilan yang
dinamakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dewan Perwakilan Daerah merupaka
lembaga baru dalam system ketatanegaraan dinegara kita. Lembaga ini dibentuk
sebagai pengejawantahan dari perubahan system dalam implementasi kekuasaan
legislative dari system satu kamar (monocameral) ke system dua kamar
(bicameral). DPD merupakan unsur dari MPR, sebagaimana ditetapkandalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 2 ayat (1) yaitu
“ Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri
atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih melalui pemiliha umum dan diatur lebih lanjutdengan
undang-undang”.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 22C ayat (1)ditegaskan bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terdiri atas
atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Anggota
DPRdari setiap provinsi ditetapkan empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD
tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. keanggotaan DPD diresmikan dengan
keputusan Presiden. Anggota DPD berdomisili didaerah pemilihannya dan selama
bersidang bertempat tinggal di ibukota negara Republik Indonesia. Masa jabatan
anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersama pada saat Anggota DPD yang
baru mengucapkan sumpah/janji :
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah
yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD mempunyai fungsi :
1.
Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan
dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.
2.
Pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang tertentu.
Adapun yang menjadi
wewenang DPD yaitu :
1.
DPD dapat mengajukan kepada DPR rencana
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
2.
DPD ikut membahas rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran serta penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah, yang diajukan baik oleh DPR dan maupun oleh pemerintah.
3.
DPD memberikan pertimbangan kepada DPR
atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan
tentang dengan pajak, pendidikan dan agama. Pertimbangan tersebut diberikan
dalam bentuk tertulis sebelum memasuki tahapan pembahasan anatar DPR dan
Pemerintah, sehingga menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan pembahasan dengan
pemerintah.
4.
DPD memberikan pertimbangan kepada DPR
dalam memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Pertimbangan tersebut
disampaikan secara tertulis sebelum pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
5.
DPD dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Pengawasan tersebut
merupakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang. Hasil pengawasan tersebut
disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
6.
DPD menerimahasil pemeriksaan keuangan
negara dan Badan Pemeriksaan Keuangan untuk dijadikan bahan membuat
pertimbangan bagi DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
APBN.
2.4.3.4
Presiden
Menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Presiden adalah
pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan negara. Presiden dipilih dalam satu
pasangan dengan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan
umum. Presiden/Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya satu kali masa
jabatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden dibantu oleh wakli presiden
beserta para mentri yang tergabung dalam suatu bentuk kabinet pemerintahan.
Presiden
Republik Indonesia mempunyai tiga kedudukan, yaitu sebagai kepala negara, kepala
pemerintahan dan panglima tertingi angkatan perang. Ketiga kedudukan tersebut
memberikan tugas dan wewenang yang berbeda kepada Presiden.
Tugas
prseiden sebagai kepala negara mengandung arti bahwa prseiden merupakan
pimpinan tertinggi dari suatu negara. Seperti halnya ayah dala keluarga, Ayah
merupakn pimpinan tertinggi di keluarga, oleh karena itu ayah sering disebut
sebagai kepala keluarga. Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai
berikut :
1.
membuat perjanjian dengan lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.
menganggkat duta dan konsul. Duta adalah
perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas dikeadulatan besar
yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat itu. sedangkan konsul adalah
lembaga yang mewakili negara Indonesia dikota tertentu dibawah kedutaan besar
kita.
3.
menerima duta dari negara lain.
4.
member gelar, tanda jasa dan tanda
kehormatam lainnya kepada warga negara Indonesia atau warga negara asing yang
telah mengharumkan nama baik Indonesia.
Sebagai
seorang kepala pemerintahan, prseiden mempunyai kekuasaan tertinggi untuk
menyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia. Wewenang hak dan kewajiban
Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya :
1.
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
2.
Berhak mengajukan Rancangan
Undang-Undang (RUU) kepada DPR
3.
Menetapkan peraturan pemerintah
4.
Memgang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti Kepada Nusa dan Bangsa.
5.
Memberikan grasi dan rehabilitas dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkama Agung. Grasi adalah pengampunan yang
diberikan oleh kepala negara kepada orang yang dijatuhkan hukuman. Sedangkan
rehabilitasi adalah pemulihan nama baik atau kehormatan sesorang yang telah
dituduh secara tidak sah atau dilanggar kehormatannya.
6.
Memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR. Amenesti adalah pengampunan atau pengurangan
hukuman yang diberikan oleh negara kepada para tahanan, terutama tahanan yang
diberikan oleh negara kepada para tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan
abilisi adalah pembatalan tuntutan pidana.
7.
Membentuk suatu dewan pertimbangan yang
bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.
8.
Mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri.
9.
Membahas dan member persetujuan atas RUU
bersama DPR serta mengesahkan RUU.
10.
Hak menetapkan peraturan pemerintah
sebagai pengganti undang-undang dalam kegentingan yang memaksa.
11.
Mengajukan RUU Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
12.
Meresmikan kenanggotaan BPK yang dipilih
DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
13.
Menetapkan hakim agung dari calon yang
diusulkan Komisi Yudisial dan disetujui DPR.
14.
Pengangkatan dan pemberhentian anggota
Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
15.
Mengajukan tiga orang calon hakim
konstitusi dan menetapkan Sembilan orang hakim konstitusi.
Selain
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden juga sebagai panglima
tertinggi angkatan perang. Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai
wewenang sebagai berikut :
1.
Menyatakan perang, membuat perdamaian
dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
2.
Membuat perjanjian internasional lainnya
dengan persetujuan DPR.
3.
Menyatakan keadaan bahaya.
2.4.3.5 Mahkamah Agung
Keberadaan Mahkama
Agung diatur dalam pasal 24A Undnag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Mahkamah Agung berwenang :
1.
Mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undng, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan undang-undang.
2.
Memberikan pertimbangan dalam hal
Presiden member grasi dan rehabilitas.
Mahkamah
Agung merupakan pengadilan tertinggi negara dari keempat lingkungan peradilan
(peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha
negara).
Mahkama
Agung merupakan puncak dari semua jenis peradilan. Dalam melaksanakan tugasnya
Mahkama Agung dan badan-badan peradilan dibawahnya terlepas dari pengaruh
kekuasaan lain dan pengaruh lainnya. Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota
negara, yaitu Jakarta.
Hakim
pada Mahkamah Agung dinamakan hakim agung. Jumlah hakim agung paling banyak 60 orang.
Hakim agung harus memiliki intergrasi dan keperibadian yang tidak tecela, adil,
professional, dan berpengalaman di bidang hokum.
Calon
Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan
persetujuan, selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Ketua
dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
2.4.3.6
Mahkamah Konstitusi
Lembaga
sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah diadopsinya ide Mahkamah
Konstitusi (Constitutional court)
dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat(2)
dan pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ide
pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran
hokum dan kenegaraan modern yang mucul pada abad ke-20an ini. Ditinjau dari
aspek waktu, negara kita tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK
sekaligus merupakan negara pertama diduniapada abad ke-21 yang membentuk
lembaga ini.
Sambil
menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) untuk menjalankan
fungsi MK untuk sementara waktu, yakni sejak disahkannya pasal III Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan keempat, pada 10 Agustus
2001. Untuk mempersiapakan pengaturan secara rinci mengenai MK, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah membahas Rancangan Undang-Undang Dasar (RUUD)
tentang mahkamah konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan
Pemerintah menyetujui secara bersama pembentukan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003
dan disahkan oleh Presiden pada hari itu juga (Lembaran Negara Tahun 2003,
Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).
Dua
hari kemudian pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusn Presiden
Nomor 147 Tahun 2003 mengangkat 9(Sembilan) hakim konstitusi untuk pertama
kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi
di Istana Negara pada 16 Agustus 2003.
Lembar
perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari Ma ke MK, pada 15
Oktober 2003, yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu
cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Mulai
beroperasinya kegiatan MK juga menandai keakhirnya kewenangan MA dalam
melaksanakan kewenangan MK sebagaimana diamanatkan oleh pasal III Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mahkamah
konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu)
kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Makhamah
konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk :
1.
Menguji Undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Memutuskan sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
3.
Memutus pembubaran partai politik; dan
4.
Memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.
Mahkamah
konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan /atau
Wakil Presiden diduga:
1.
Telah melalukan pelanggaran hokum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat
lainnya
2.
Telah melakukan perbuatan tercela
3.
Tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/ atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.4.3.7 Komisi Yudisial
Komisi Yudisial
merupakan lembaga baru yang dibentuk berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan
kehakiman. Komisi Yudisial dibentuk berdasarkan ketentuan pasal 24B
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang komisi yudisial. Komisi yudisial
beranggotakan 7(tujuh) orang. Ada beberapa hal yang menjadi alas an dibentuknya
Komisi Yudisial, yaitu :
1.
Komisi Yudisial dibentuk agar dapat
melaksanakan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan
melibatkan unsure-unsur masyarakat dalam spectrum yang seluas-luasnya dan bukan
hanya monitoring internal saja.
2.
Komisi Yudisial menjadi perantara
(mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (Executive Power) dan
kekuasaan kehakiman (Judicial Power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin
kemadirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khusunya
kekuasaan pemerintahan.
3.
Dengan adanya komisi yudisial, tingkat
efesien dan efektivitas kekuasaan (Judicial Power) akan semakin tinggi dalam
banyak hal baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring Hakim Agung maupun
pengelolaan Keuangan Kekuasaan Kehakiman.
4.
Terjaganya konsistensi putusan lembaga
peradilan karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat
dan sebuah lembaga khusus (Komisi Yudisial)
5.
Dengan adanya komisi yudisial, kemudian
kekuasaan kehakiman ( Judicial Power ) dapat terus terjaga, karena politisasi
terhadap perekrutan Hakim Agung dapat diminimalisasi dengan adanya Komisi
Yudisial yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak
mempunyai kepentingan politik.
Sama halnya dengan
lembaga negara yang lain, Komisi Yudisial juga mempunyai tugas dan wewenang
yang diatur secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang organic lainnya. Diantaranya tugas dan
wewenang tersebut adalah :
1.
Dalam Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa komisi yudisial
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hokum.
2.
Pasal 13 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi yudisial disebutkan bahwa tugas
dan kewenangan Komisi yudisial adalah:
a.
Mengusulkan penganggkatan Hakim Agung
kepada DPR. Dalamkewenangan ini Komisi Yudisial mempunyai tugas sebagai berikut
:
i.
melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
ii.
melakukan seleksi terhadap calon Hakim
Agung
iii.
menetapkan calon Hakim Agung
iv.
mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
b.
Menegakkan kehormatan dan keluhuran
martabat serta menjaga perilaku hakim. Dalam kewenangan ini Komisi Yudisial
mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hokum.
2.4.3.8 Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) merupakan suatu badan yang bertugas memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Keuangan negara dalam hal ini tidak hanya
terkait dengan APBN, tetapi juga mencantumkan APBD. oleh karena itu hasil
pemeriksaan keuangan negara oleh pihak BPK diserahkan kepada DPR, DPD, maupun
DPRD, sesuai dengan kewenangannya.
Untuk menunjang
tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan
Negara, yaitu :
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
BPK mempunyai tiga fungsi, yaitu :
1.
Fungsi Operatif, berupa pemriksaan,
pengawasan dan penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan
kekayaan negara.
2.
Fungsi Yudikatif, berupa kewenangan
menuntut perbendaraan negara dan tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan
pegawai negeri bukan bendahara yang karena perbuatannya melanggar hokum atau
melalaikan kewajiban yang menimbulkan kerugian keuangan dan kekayaan negara.
3.
Fungsi advisory, yaitu memberikan
pertimbangan kepada pemerintah mengenai pengurusan dan pengelolaan negara.
2.5 Hak Asasi dalam Pancasila
2.5.1 Hak Asasi Manusia Menurut Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengakuan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan menjamin setiap orang umum melakukan ibadah menurut keyakinannya
masing-masing. Dengan sila ini dijamin kemerdekaan beragama bagi setiap orang,
dimana setiap orang bebas memilih dan menjalankan ajaran agamanya
masing-masing. Setiap agama dipandang sama hak dan kedudukannya terhadap
Negara.
Pengakuan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti pengabdian terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan segala perintah-Nya dalam arti
melaksanakan segala perintah-Nya dan mencegah atau tidak melakukan segala
perbuatan yang dilarang-Nya. Tuhan memandang sama kepada semua umat manusia,
tiada yang lebih disisi-Nya, kecuali ketakwaannya. Berarti sila pertama dari
pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengakauan terhadap hak-hak asasi
manusia dalam segala segi kehidupan manusia
2.5.2
Hak Asasi Manusia Menurut Sila Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap yang menghendaki
terlaksananya human values dalam arti
pengakuan dignity of man, dan human rights serta human freedom. Tiap-tiap orang diperlakukan secara pantas, tidak
boleh disiksa dan dihukum secara ganas, dihina atau diperlakukan secara
melampaui batas. Kemanusiaan mengakui seluruh manusia sebagai sama-sama mahluk
Tuhan dan dengan demikian segala bangsa sama tinggi dan sama rendahnya dan ini
berarti pula adanya suatu pengakuan kemerdekaan bagi segala bangsa dengan
menolak kolonialisme dan imperialisme.
Kemanusiaan juga berarti pengakuan manusia sebagai individu dan sebagai
makhluk sosial. Sebagai individu ia mempunyai hak-hak asasi yang dapat
dinikmati dan dipertahankan terhadap gangguan yang datang baik dari pihak
penguasa maupun dari individu lainnya. Sebagai mahluk sosial, pengguanaan hak
asasi itu tidak boleh melanggar hak asasi orang lain, bahkan harus selalu
berfungsi sosial, dalam arti adanya keseimbangan antara kepentingan individu
dan kepentingan umum.
Oleh karena perikemanusiaan itu meliputi segala ikhwal mengenai manusia
dan perasaan terhadap manusia, maka sila kemanusiaan yang adil dan beradab
sangat banyak sangkut-pautnya dengan hak dasar dan kebebasan asasi manusia.
Hak asai yang telah mendapat pengakuan seperti: hak tidak untuk
diperbudak, hak tidak untuk dianiaya, pengakuan sebagai manusia pribadi, hak
tidak untuk ditangkap, ditahan, secara sewenang-wenang, dan untuk mendapat
peradilan yang bebas, hak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan
kesalahannya menurut Undang-Undang dan sebagainya, semua itu adalah perwujudan
dari sila kemanusiaan tersebut.
2.5.3
Hak Asasi Manusia Menurut Sila Persatuan Indonesia
Persatuan Persatuan Indonesia atau Kebangsaan ialah sikap yang
mengutamakan kepentingan Bangsa diatas kepentingan suku, golongan, partai dan
lain-lain. Ini berarti persatuan antara golongan-golongan, suku-suku, dan
partai-partai yang mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama dalam Negara
Indonesia, dalam arti adanya keseimbangan yang harmonis dengan tidak
mengutamakan yang satu dengan mengabaikan yang lainnya.
Kesadaran Kebangsaan Indonesia itu lahir dari keinginan untuk bersatu
dari satu bangsa, agar setiap orang Indonesia dapat bebas menikmati hak-hak
asasinya tanpa pembatas dan belunggu dari manapun datangnya. Kesadaran
kebangsaan ini tidak sedikit dijiwai kebangkitan kebangsaan di dunia luar yang
di gerakkan oleh perasaan bangsa diri sebagai bangsa dan keinginan
mempertahankan hak asasi manusia. Dengan kata lain, kesadaran kebangsaan adalah
titik tolak dalam perjuangan memepertahankan hak asasi manusia, sebab tanpa
adanya kesadaran kebangsaan ini tidak ada suatu jaminan bahwa hak asasi itu
mendapat perlindungan.
Sudah tentu agar perasaan kebangsaan ini tidak menjadi penyebab
terlanggarnya hak asasi dan bangsa-bangsa lain, maka perasaan kebangsaan itu
keluar harus bersifat persahabatan yang bersifat universal dengan bangsa-bangsa
lain dalam suatu persamaan derajat dan hormat-menghormati, anti imperialisme
dan kolonialisme, atau dengan perkataan lain tidak eksklusif dan tidak
chauvinis.
2.5.4
Hak Asasi Manusia Menurut Sila Kerakyatan Yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Kedaulatan rakyat berarti kekeuasaan Negara berada di tangan rakyat.
Negara dibentuk oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat. Secara demokrasi
melalui perwakilan. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar. Sedangkan MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
Undang-Undang (pasal 2 ayat 1). Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat (pasal 6A ayat 1). Selanjutnya pasal 3
menyatakan: (1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD; (2) MPR melantik
Presiden danatau Wakil Presiden; (3) MPR hanya dapat memberhentikan Presiden
dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
Kedaulatan rakyat berisi pengakuan akan harkat dan martabat manusia,
sedangkan pengakuan martabat manusia ini berarti pula menghormati dan menunjang
tinggi segala hak-hak asasi yang melekat padanya. Kedaulatan rakyat ini
berwujud dalam bentuk hak asasi manusia, seperti hak mengeluarkan pendapat, hak
untuk berkumpul, hak ikut serta dalam pemerintahan dan jabatan-jabatan Negara,
kemerdekaan pers, dan lain-lain. Sudah tentu sesuai dengan jiwa Pancasila itu
sendiri kedaulatan rakyat itu hendaklah bersifat musyawarah dan mufakat serta
tenggang rasa berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
2.5.5
Hak Asasi Manusia Menurut Sila Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berwujud hendak melaksanakan kesejahteraan umum bagi
seluruh anggota masyarakat. Dengan ini dimaksudkan adanya keadilan bagi sesama
anggota masyarakat (sosial). Keadilan yang dimaksud ialah keadilan yang memberi
perimbangan dimana hak milik berfungsi sosial.
Ini berarti tiap-tiap orang dapat menikmati kehidupan yang layak sebagai
manusia yang terhormat, dalam arti tidak ada kepincangan dimana ada segolongan
yang hidup mewah sedang golongan lain sangat miskin, dengan kata lain tiap
orang harus mendapat kesempatan yang sama untuk mendapat nafkah dan jaminan
hidup layak dalam lapangan ekonomi dan sosial dengan tidak saling merugikan
atau menindas, melainkan saling menghargai dan bantu membantu untuk kepentingan
masyarakat dan negara.
Jadi dalam paham Keadilan Sosial dijamin hak untuk hidup layak, dijamin
adanya hak milik, adanya hak atas jaminan sosial, adanya hak atas pekerjaan
dengan sistem pengupahan dan syarat-syarat kerja yang baik, berhak atas tingkat
hidup yang menjamin kesehatan dan lain-lain, yang kesemuanya itu telah menjadi
hak asasi yang telah diakui oleh UUD maupun Universal
Declaration Of Human Rights.
BAB III
PENUTUP
Pancasila
lahir dari budaya masyarakat Indonesia jauh sebelum kemerdekaan. Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang menghargai budayanya. Budaya dihargai karena di
dalamnya banyak nilai-nilai luhur. Nilai luhur itu terus dihidupi sebagai suatu
asas hidup bermasyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan dan dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang luhur itu dihidupi dan dijadikan aturan
hidup sehari hari sebagai norma (sila) yang kemudian dari sanalah lahir istilah
Pancasila.
Walaupun pada
awalnya, belum dipakai istilah Pancasila namun nilai-nilai tersebut telah
terkandung di dalamnya. Dengan demikian jelaslah bahwa Pancasila merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang telah lama dihidupi oleh masyarakat Indonesia.
Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah banyak nilai-nilai
kehidupan yang diterapkan oleh kerajaan kepada masyarakatnya yang dihidupi
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sudah
ada sejak zaman dahulu.
Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia dikukuhkan dalam sidang I BUPKI pada tanggal 1
Juni 1945, menjelang hari kemerdekaan Indonesia. Dasar itu berupa suatu
Filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesia
yang merdeka. Terbentuknya Pancasila mendahului terbentuknya suatu negara
Indonesia yang merdeka. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar berdirinya
negara Indonesia. Sebagai dasar dan fondasi negara Indonesia, Pancasila menjadi
sumber segala hukum dan peraturan ketatanegaraan Indonesia. Pancasila menjiwai
seluruh peraturan yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan
persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan
perkembangan bangsa. Karena mendasari segala peraturan maka Pancasila dalam
hukum dan peraturan itu mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat, tak
tergantikan dan tak berubah bagi negara Indonesia.
Kedudukan
pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebagai
dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketentuan Pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan sebagai berikut : “…maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap tingkah laku dan setiap
pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan
harus selalu berpedoman pada Pancasila, dan tetap memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh cita-cita moral bangsa. Pancasila
sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai
kemanusiaan yang luhur. Hal ini menandakan bahwa dengan Pancasila bangsa
Indonesia menolak segala bentuk penindasan, penjajahan dari satu bangsa
terhadap bangsa yang lain. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk kekerasan
dari manusia satu terhadap manusia lainnya, dikarenakan Pancasila sebagai
sumber nilai merupakan cita-cita moral luhur yang meliputi suasana kejiwaan dan
watak dari bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai fungsi
sebagai acuan bersama, baik dalam memecahkan perbedaan serta pertentangan
politik di antara golongan dan kekuatan politik yang ada. Ini berarti bahwa
segenap golongan dan kekuatan yang ada di Indonesia ini sepakat untuk menjaga,
memelihara, dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan bingkai
Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara adalah nilai-nilai Pancasila
merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber semangat bagi para
penyelenggara negara dan para pelaksana pemerintahan dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya agar tetap diliputi dan diarahkan pada asas kerohanian negara
seiring dengan perkembangan jaman dan dinamika masyarakat.
Pancasila yang
terdapat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, menurut sistem konstitusi
kita mengandung makna yang penting sekali, yakni:
1) sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia khusus sebagai dasar falsafahnya,
2) sebagai Norma Pokok atau
Kaidah Fundamental hukum kita yang merupakan sumber utama tertib hukum
Indonesia. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila di
atas segala-galanya.
Dengan
demikian dalam penyusunan segala undang-undang dan hukum yang berlaku di
Indonesia ini selalu berdasar pada Pancasila. Sistem pemerintahan yang berlaku
sesuai dengan Pancasila yakni sila ke-4. Jadi segala bentuk undang-undang yang
berhubungan dengan pemerintahan selalu bercermin pada nilai-nilai Pancasila.
Bentuk pemerintahan yang berbentuk demokrasi adalah suatu nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Sistem ketatanegaraan dengan segala aparatnya adalah suatu
bentuk ketatanegaraan yang berdasar pada Pancasila.
Dasar-dasar
pokok kenegaraan bersumber pada norma-norma pokok kenegaraan yang merupakan
fundamen negara, yang dirumuskan dalam konstitusi. Adapun isi konstitusi atau
pokok-pokok kenegaraan yang diatur dalam konstitusi itu pada umumnya merupakan
norma atau prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak-hak mereka yang
diperintah dan hubungan pemerintah dan yang diperintah. Segala pokok atau asas
kenegaraan diatur dan ditetapkan dalam undang-undang dasar negara untuk
diselenggarakan lebih lanjut secara konsekuen dalam ketatanegaraan.
Kesimpulan
Dari semua
penjelasan di atas, pada akhirnya boleh dikatakan bahwa Pancasila selain
menjadi pandangan hidup bangsa juga menjadi hukum tertinggi yang merangkum
semua hukum yang berlaku di Negara kita ini. Dengan kata lain Pancasila
merupakan fundamen bangsa yang menjiwai seluruh kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia
DAFTAR ISI
Abang Billy. BERSIKAP ADIL DALAM MENEGAKKAN KEBENARAN. (http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://c0022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/5_8.png&imgrefurl=http://abangbilly.blogspot.com/2011/05/bersikap-adil-dalam-menegakkan.html&usg=__MeYrbA7mNQDOAJ39ULBiCOWMOuQ=&h=255&w=675&sz=15&hl=id&start=1&zoom=1&tbnid=Hbx1aXfdljWIPM:&tbnh=52&tbnw=138&ei=BwxrT6ezNcLhrAfmt5mWAg&prev=/search%3Fq%3Dsurat%2BAl%2BMaidah%2Bayat%2B8%26um%3D1%26hl%3Did%26sa%3DN%26biw%3D1252%26bih%3D579%26tbm%3Disch&um=1&itbs=1). Di akses pada tanggal 22 Maret 2012.
Benzmanroe Blog. Pancasila dalam Konteks
Ketatanegaraan. (http://benzmanroe.wordpress.com/2010/05/06/pancasila-dalam-konteks-ketatanegaraan-bangsa-indonesia/).
Diakses pada 06 Maret 2012.
Kaelan, 2004. PENDIDIKAN PANCASILA. Jogyakarta: Edisi Reformasi.
Komalasari, Kokom. 2007. PENDIDIKAN PANCASILA. Surabaya: Lentera
Cendekia.
Sudarsih, Dkk. 2005. MODUL PENDIDIKAN PANCASILA. Surabaya:
UNESA UNIVERSITY PRESS ANGGOTA IKAPI.
Yayasan Nidaa’us Sunnah Lasem. Keutamaan Membaca Surat Al-Ikhlas. (http://www.google.co.id/search?q=surat+Al+Ikhlas&btnG=Telusuri&hl=id&biw=1252&bih=579&gbv=2&tbm=isch&ei=7ABrT7naNojprAfY-piOAg&sa=N).
Diakses pada tanggal 22 Maret 2012.
LAMPIRAN
Surat Al-Maidah: 8
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar